Jumat 13 Dec 2019 19:41 WIB

MUI: Tidak Ada yang Setuju Kebijakan Cina Atas Uighur

MUI menyatakan sikapnya soal Uighur sudah sangat tegas.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Muhammad Hafil
MUI menyatakan sikapnya soal Uighur sudah sangat tegas. Foto: Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional MUI, KH. Muhyiddin Djunaidi
Foto: Republika TV/Muhammad Rizki Triyana
MUI menyatakan sikapnya soal Uighur sudah sangat tegas. Foto: Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional MUI, KH. Muhyiddin Djunaidi

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri Majelis Ulama Indonesia (MUI) MUI, KH Muhyiddin Junaidi menegaskan, perwakilan ormas Islam tidak ada yang setuju dengan kebijakan pemerintah China terhadap Muslim Uighur di Xinjiang. Perwakilan ormas Islam juga mendapat pengawasan ketat dan tidak memiliki akses berkomunikasi ke masyarakat setempat saat di Xinjiang.

KH Muhyiddin menjelaskan, konstitusi China memang mengatakan agama hanya bisa diterapkan di tempat tertutup. Sehingga Muslim Uighur tidak bisa melaksanakan ibadah di tempat umum atau di tempat pelatihan kerja yang dibuat pemerintah Cina.

Baca Juga

"Sejak awal saya buat pernyataan tidak ada di antara kami yang setuju dengan kebijakan pemerintah Cina atas umat Islam di Uighur," kata KH Muhyiddin kepada Republika, Jumat (13/12).

Ia menyampaikan, perwakilan ormas Islam yang ke Xinjiang sudah sepakat meminta pemerintah China memberikan izin beribadah kepada umat Islam. Bukan hanya umat Islam yang ada di Uighur tapi juga yang ada di wilayah lain. Supaya mereka bisa melaksanakan ibadah di tempat terbuka, tidak hanya di tempat tertutup.

"Jadi untuk mengubah konstitusi (China), maka merek harus mengadakan pertemuan, guna membahas amendemen konstitusi berkaitan dengan masalah itu," jelasnya.

KH Muhyiddin menegaskan sikapnya sangat jelas terhadap apa yang dilakukan pemerintah China kepada Muslim Uighur. Tidak ada satu ormas pun yang setuju dengan kebijakan pemerintah China terhadap Uighur.

Dia juga menegaskan tidak ada perwakilan ormas Islam yang menerima apapun dari pemerintah China. "Bahkan Duta Besar China minta makan malam bersama sampai sekarang belum kami penuhi permintaannya," ujarnya.

Ia menceritakan, perwakilan ormas Islam datang ke Xinjiang di bawah pengamanan yang sangat ketat dan tidak bebas. Perwakilan ormas Islam tidak bisa memiliki akses untuk komunikasi ke masyarakat setempat.

Menurutnya, pemerintah China membawa perwakilan ormas Islam ke tempat yang dianggap baik, yakni ke tempat latihan kerja. Pemerintah China juga tidak membawa perwakilan ormas Islam ke tempat camp konsentrasi.

"Kami temukan bahwa para peserta (pelatihan kerja adalah) umat Islam yang memiliki perbedaan sikap dengan sikap pemerintah China, (umat Islam yang) dianggap radikal," jelasnya.

Mengenai isu Muslim Uighur yang diangkat kembali oleh media asing, KH Muhyiddin menduga karena perang dagang antara Cina dan Amerika sedang memanas. Selain itu karena Myanmar sudah dibawa ke International Court of Justice (ICJ) atau Mahkamah Internasional atas perbuatannya terhadap Muslim Rohingya.

"Kalau (kasus yang menimpa) Rohingya saja bisa dibawa ke ICJ, kenapa (kasus yang menimpa) Muslim Uighur tidak bisa, jadi sasaran tembak (Amerika) berikutnya adalah bagaimana agar kasus Uighur bisa dibawa ke ICJ," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement