REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komitmen Indonesia untuk ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, partisipasi tersebut merupakan indikator penting dan konkrit dari peran suatu negara dalam memberikan kontribusi untuk menjaga perdamaian dan keamanan internasional.
Dompet Dhuafa sangat memahami tentang dinamisme dari dunia yang terus menghadirkan perubahan generasi di dalamnya. Melalui Rangkaian Youth For Peace Camp 2019 yang dihadiri Sebanyak 30 aktivis muda dari 21 negara yaitu,
Peru, UAE, Yaman, Bangladesh, Cambodia, Myanmar, Uzbek, Thailand, Suriname, Tanzania, Kenya, Taiwan, Timor Leste, Malaysia, NZ, Filipina, Jepang, USA, Australia, Hongkong, Korea Selatan, menyelenggarakan diskusi serta ikut partisipasi dalam Dompet Dhuafa Global Network Launching, Roadmap of Indonesia Role on Internasional Peacebuilding di Balai Kartini, Jakarta (Rabu, 11/12).
Menurut data Badan Pengungsi PBB (UNHCR) pada 2018, terdapat 70,8 juta paksa orang terlantar di seluruh dunia, sekitar 29,8 juta adalah pengungsi dan hanya ada 92.400 pengungsi dipindahkan ke ketiga negara. Konflik tersebut berdampak pada meningkatnya jumlah pengungsi dan pencari suaka di Dunia. Banyak orang melarikan diri dari negara mereka untuk mencari tempat yang lebih aman dan lebih baik.
"Krisis Pengungsi hingga Kemanusiaan" adalah berita utama di surat kabar di seluruh dunia. Banyak pencari suaka mencoba untuk melintasi perbatasan seperti di Yunani untuk menjangkau negara-negara di Eropa. Beberapa dari mereka pergi ke tetangga mereka negara di Timur Tengah atau negara transit di Asia Tenggara.
Menurut drg. Imam Rulyawan, MARS selaku Executive Director of Dompet Dhuafa, di era 4.0 ini, Dompet Dhuafa meyakini bahwa banyak orang ingin terlibat dalam perdamaian dunia. Youth For Peace Camp 2019 adalah momentum meningkatkan kesadaran pemuda sebagai agen perdamaian serta kemanusiaan secara global.
Pada acara Dompet Dhuafa Global Network Launching, Roadmap of Indonesia Role on Internasional Peacebuilding dihadiri sejumlah tokoh yakni Achsanul Habib sebagai Direktur Hak Asasi Manusia dan Urusan Kemanusiaan Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Abdus Sabur sebagai Co-Founder, Asian Moslem Action Network (AMAN), Wahfiudin Sakam sebagai Dewan Syariah Dompet Dhuafa dan Ahmad Nashrullah sebagai Program Officer For Humantarian Affairs- ICRC
Sebagai respon kemanusiaan, Dompet Dhuafa telah menangani ratusan orang etnis Rohingya yang terdampar di wilayah Langsa, Aceh sejak tahun 2015. Terdampar di perairan Indonesia, para pencari suaka ini mendapat berbagai bantuan baik berupa logistik makanan dan layanan kesehatan yang merupakan amanah para donatur Dompet Dhuafa digulirkan.
Selain kebutuhan pakan dan logistik, Dompet Dhuafa juga turut berkontribusi dalam pendidikan untuk pengungsi Rohingya yaitu melalui program School for Refugees yang hadir untuk mengasah keterampilan bagi pengungsi Rohingya. Dompet Dhuafa membuat program ini untuk diterapkan di dua titik pengungsian yaitu Bayeun dan Langsa.
“Respon kemanusiaan Dompet Dhuafa tidak hanya di dalam negeri, juga telah dilakukan di beberapa negara yang tengah mengalami konflik kemanusiaan seperti di Gaza-Palestina, Dompet Dhuafa telah mendistribusikan 500 paket makanan per hari kepada anak-anak di negara tersebut dengan menggunakan mobil khusus layanan dapur umum, hingga bencana alam maupun kemanusiaan lainnya seperti Somalia, Nepal, Myanmar dan Filipina”, tutup Imam Rulyawan.