Rabu 11 Dec 2019 22:20 WIB

Khawatir Terpapar Radikalisme, Swedia Tutup Sekolah Islam

Swedia tutup sekolah Islam lantaran adanya eks kombatan ISIS.

Rep: Zainur Mahsir Ramadhan/ Rossi Handayani / Red: Nashih Nashrullah
Bendera Swedia
Foto: wikipedia
Bendera Swedia

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Penunjukkan seorang guru yang diduga baru kembali dari kombatan ISIS, menyebabkan salah satu sekolah Islam terkemuka di Swedia, Vetenskapsskolan ditutup. Hal tersebut dikarenakan ada kekhawatiran siswa untuk terpapar radikalisme.  

"Bagi kami, keselamatan anak-anak kota menjadi prioritas, sebelum teroris berjejaring dan sejahtera," kata pengacara inspektorat sekolah, Johan Kylenfelt seperti dilansir thenational, Rabu (11/12). 

Baca Juga

Lebih jauh, mantan kepala sekolah Vetenskapsskolan di Gothemburg itu, juga diduga terlibat dalam kasus ISIS tersebut. Di mana, dia diketahui telah menyetorkan dana ratusan ribu dolar ke rekening bank di luar negeri.  

Terkait hal tersebut, dia kemudian ditangkap kepolisian Swedia bersama dengan empat ulama lainnya, yang dianggap mengancam keamanan. Dalam prosesnya, sekitar 450 murid di sekolah itu diperkirakan masih berpotensi menjadi sasaran radikalisasi dan rekrutmen ke lingkungan tersebut. 

Untuk menghindari penyelewengan di sekolah itu, administrasi baru telah mengakuisisi sekolah itu dan mengubah namanya menjadi Sapphire.    

Namun demikian, pihak terkait masih beranggapan bahwa masih akan ada masalah dalam prosesnya, meski sudah berganti kepengurusan. Bahkan, Inspektorat Sekolah Swedia menilai bahwa risiko serius, masih ditekankan pada siswa sekolah itu. 

"Kami telah membuat penilaian bahwa pemilik baru tidak mengambil posisi yang sepenuhnya independen dengan pemilik sebelumnya," katanya.  

Lebih lanjut, dugaan pemilik sebelumnya yang masih berperan di sana, masih dikhawatirkan menjadi ancaman negara. Hingga kini diketahui ada 11 sekolah Muslim di Swedia, yang semuanya didanai negara.   

Aral melintang, diyakini setidaknya ada 300 warga Swedia yag melakukan perjalanan ke Suriah dan Irak pada rentang 2012 dan 2017 untuk bergabung dengan para ekstremis.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement