REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Potensi besar wakaf di Indonesia perlu dioptimalisasi guna memacu perekonomian umat. Meski sifat wakaf (bentuk dasarnya) tidak boleh berkurang, namun pengelolaan wakaf boleh dilakukan dan hasilnya boleh dimanfaatkan untuk kemaslahatan.
Ketua Badan Wakaf Indonesia (BWI), Mohammad Nuh, mengatakan potensi wakaf yang besar ini akan diakselerasi dengan memanfaatkan sejumlah instrumen. Di tahap awal, pihaknya akan menggencarkan literasi wakaf sedini mungkin kepada publik agar wakaf ini dikenal secara luas.
“Kita beri literasi, ke sekolah-sekolah, kampus-kampus, dan masyarakat luas. Kalau dioptimalisasi, wakaf kita bisa pacu pertumbuhan ekonomi umat,” kata Mohammad Nuh kepada Republika.co.id, usai membuka acara Rapat Koordinasi Nasional Wakaf Indonesia, di Hotel Aryaduta, Jakarta, Selasa (10/12).
Berbeda dengan zakat yang cukup familier, wakaf dinilai belum cukup membumi di kalangan umat. Umumnya masyarakat masih memaknai wakaf sebagai sebuah amal jariyah yang hanya bisa disalurkan dengan ketentuan materi tertentu seperti tanah.
Padahal, berdasarkan ketetapan Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada 2002 silam, Komisi Fatwa MUI telah menetapkan fatwa mengenai bolehnya wakaf uang. Sehingga hal itu memungkinkan bagi setiap Muslim untuk mewakafkan uangnya tanpa batas minimum untuk wakaf.
“Karena kalau (wakaf) hanya tanah saja, ada orang yang belum bisa beli tanah luas, kan tidak mungkin beli tanah hanya setengah meter lalu diwakafkan? Nah, wakaf uang solusinya,” kata dia.
Berdasarkan keputusan MUI pada 2002 itu pun disebutkan, wakaf uang merupakan wakaf yang dapat dilakukan oleh perorangan, kelompok, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang. Pengertian uang di sini juga termasuk di dalamnya adalah surat-surat berharga.
Wakaf uang juga boleh disalurkan untuk hal-hal yang diperbolehkan secara syariah. Kendati demikian nilai pokok dari wakaf uang harus dijamin kelestariannya. Bentuknya, kata dia, tidak boleh dijual, dihibahkan, atau diwariskan.
Untuk mengakselerasi pengelolaan wakaf, selain menggencarkan literasi, pihaknya juga akan melakukan pembinaan kepada orang yang diberikan tanggung jawab mengelola wakaf (nazir). Kapasitas nazir sangat penting mengingat pengelolaan yang berkelanjutan tanpa mengurangi nilai asli wakafnya harus benar-benar dijaga.
Di sisi lain, dia menambahkan bahwa di era digital seperti saat ini pengelolaan wakaf juga harus lebih mudah dijangkau. Akses kemudahan berwakaf harus menggandeng berbagai pihak, terutama mereka yang bergerak di berbagai platform digital.
Yang terakhir guna memacu pengelolaan wakaf yang dapat mendongkrak ekonomi umat, lanjutnya, adalah dengan menjadikan mawquf alaih (penerima manfaat wakaf) itu visible project. Yakni gerakan keumatan untuk mendorong suatu tempat atau masyarakat yang membutuhkan semakin kian terintegrasi wakaf.
“Contohnya ada satu daerah yang butuh rumah sakit, lalu kita masukkan di digital platform informasi wakaf. Saya misalnya wakaf Rp 100 ribu, kamu Rp 100 ribu, dan seterusnya. Bayangkan, setiap tahun bisa 2-3 rumah sakit berdiri kalau masif begini,” ungkapnya.