Selasa 26 Nov 2019 23:54 WIB

Bahaya Permusuhan dan 3 Bentuk Pemicunya Menurut Al-Ghazali

Pemicu permusuhan bisa berupa fitnah dan kebohongan.

Ilustrasi keberagaman dan persatuan.
Foto: Republika/Yasin Habibi
Ilustrasi keberagaman dan persatuan.

REPUBLIKA.CO.ID, Pada suatu hari Akhnas bin Syarik datang menemui Rasulullah SAW. Di hadapan Nabi, Akhnas menyatakan iman dan menerima Islam. Tapi, di tengah jalan, usai bertemu Nabi itu, Akhnas justru membikin kekacauan, merusak tanaman, ternak, dan aset-aset umat Islam. Lalu, diturunkan ayat ini: 

''Di antara manusia ada orang yang ucapannya tentang kehidupan dunia menarik hatimu, dan dipersaksikannya kepada Allah (atas kebenaran) isi hatinya, padahal ia adalah penantang (musuh) yang paling keras.'' (Al-Baqarah: 204).

Baca Juga

Permusuhan seperti yang dilakukan Akhnas merupakan kejahatan besar. Menurut Imam Ghazali, permusuhan itu adalah biang dan pangkal dari segala kejahatan. Permusuhan bukan keburukan atau kejahatan biasa, melainkan kejahatan besar yang menimbulkan kutukan. Kata Nabi, ''Orang yang paling dimurkai oleh Allah adalah orang yang selalu menabuh genderang permusuhan.'' (HR Bukhari).

Kejahatan akibat permusuhan itu pada umumnya dilakukan dalam tiga bentuk. Pertama, fitnah dan kebohongan (al-ta'dzib). Orang yang terlibat permusuhan cenderung menebarkan fitnah dan meniupkan terompet kebohongan kepada musuhnya. Karena dipandang sebagai musuh, para nabi dan rasul Allah selalu difitnah dan didustakan. Bahkan, tidak seorang pun Nabi, kecuali kaumnya berkata, ''Kami mengingkari ajaran yang kamu diutus untuk menyampaikannya.'' (Saba': 34).

Kedua, penyiksaan fisik (al-adza). Penyiksaan semacam ini acap kali dilakukan para penguasa yang zalim terhadap lawan-lawan politiknya. Karena dipandang sebagai musuh, mereka lantas ditangkap, diculik, dan disiksa. Dalam sejarah Islam, orang-orang yang beriman kepada Nabi juga disiksa dan dianiaya, seperti siksaan tanpa perikemanusiaan yang menimpa sahabat Bilal al-Habsyi dan keluarga 'Ammar ibn Yasir.

Ketiga, pembunuhan (al-qatl). Permusuhan tak jarang berujung pada pembunuhan dan pertumpahan darah. Pada zaman dahulu, para nabi banyak yang dibunuh, bahkan ada di antara mereka yang digergaji. Ashab al-Kahfi diuber-uber untuk dibunuh. Sementara Ashab al Ukhdud dibakar hidup-hidup. Kafir Quraisy telah pula sepakat untuk membunuh Nabi Muhammad SAW. Tapi, Allah SWT berkenan melindunginya, sehingga beliau selamat dari setiap usaha pembunuha

 

sumber : Harian Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement