Ahad 01 Dec 2019 15:44 WIB

Muhammadiyah Angkat Suara Soal Isu Pengawasan Masjid

'Apakah Indonesia darurat radikalisme dan masjid jadi sumber radikalisme?'

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Ratna Puspita
Ketum PP Muhammadiyah Haedar Nashir
Foto: Umar Mukhtar/Republika
Ketum PP Muhammadiyah Haedar Nashir

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir, turut menanggapi isu pengawasan masjid oleh kepolisian. Ia merasa, seperti soal majelis taklim, seharusnya tidak berlebihan.

"Apakah Indonesia dalam keadaan darurat radikalisme dan masjid jadi sumber radikalisme tersebut, kenapa tempat ibadah lain dan tempat-tempat publik lainnya tidak diawasi," kata Haedar, Ahad (1/12).

Baca Juga

Ia mengingatkan, pejabat-pejabat publik harus menghindari kebijakan-kebijakan yang diskriminatif. Jangan sampai pengawasan masjid justru menimbulkan masalah baru dalam kehidupan keagamaan dan kebangsaan.

Haedar mengimbau, pemerintah seksama dalam mengurus kehidupan berbangsa dan bernegara merujuk konstitusi dasar. Jangan sampai malah menimbulkan kontroversi, dan menyebabkan retak dan centang perenang (tidak beraturan) di tubuh Indonesia. 

Ia mengatakan kehidupan kebangsaan dan kenegaraan memerlukan visi yang luas dan jiwa kenegaraan yang mendalam agar tidak terjebak langkah-langkah sesaat. Apalagi, kelihatan menyelesaikan masalah tapi malah menimbulkan masalah yang lebih berat. 

Saat ada masalah-masalah besar dan krusial, sebaiknya ditempuh dialog dan musyawarah untuk ditemukan jalan ke luar bersama sesuai prinsip persatuan Indonesia. Selain pendekatan hukum dan politik kekuasaan, perlu pendekatan yang berlandaskan jiwa sila keempat pancasila.

Yaitu, lanjut Haedar, hikmah kebijaksanaan dan musyawarah sebagai bagian dari karakter dasar bangsa dan negara Indonesia. Terakhir, Haedar berpesan, agar semua komponen bangsa, termasuk umat beragama, perlu seksama dan mengedepankan kepentingan bangsa di atas lainnya.

Tentu, dengan semangat kebersamaan, menghindari kegiatan-kegiatan yang menimbulkan masalah. Ia meminta semua bijak, memiliki visi dan jiwa kenegaraaan yang melintasi agar tidak salah langkah, membuat menjadi gaduh terus-menerus serta penuh pertentangan berkepanjangan. 

"Pemerintah dan semua komponen bangsa harus belajar pada sejarah era Orde Lama dan Orde Baru agar tidak mengulangi kesalahan yang sama," ujar Haedar. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement