Senin 02 Dec 2019 10:30 WIB

Pemerintah Awasi Majelis Taklim Itu Berlebihan

Majelis Taklim merupakan institusi informal yang tidak memerlukan pengaturan negara..

Rep: Ali Mansur/ Red: Andi Nur Aminah
Suasana pengajian yang diikuti Majelis Taklim Kaum Ibu Darul Akhyar Parungbingung, Kota Depok.
Foto: Dok Ponpes Madinatul Qur'an
Suasana pengajian yang diikuti Majelis Taklim Kaum Ibu Darul Akhyar Parungbingung, Kota Depok.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Ace Hasan TB Ace Hasan Syadzily menilai Peraturan Menteri Agama (PMA) No 29 tentang Majelis Taklim dalam pandangannya terlalu berlebihan dan bukan ranah negara. Mengingat, Majelis Taklim merupakan institusi informal dan non-formal yang tidak memerlukan pengaturan negara.

"Dalam pandangan saya terlalu berlebihan mengatur hal yang sebetulnya bukan ranah negara. Majelis Taklim bukan institusi pendidikan formal," tegas Politikus Partai Golkar saat dihubungi Republika.co.id, melalui pesan singkat, Senin (2/12).

Baca Juga

Menurut Ace, Majelis Taklim secara kelembagaan merupakan pranata sosial keagamaan yang lahir dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat.  Sehingga dengan demikian, kata Ace, tidak perlu ada pengaturan teknis dari Pemerintah. Ini merupakan ranah civil society Islam yang seharusnya diatur oleh masyarakat sendiri.

"Dalam PMA ini jelas disebutkan bahwa setiap Majelis Taklim harus mendaftarkan ke Kementerian Agama melalui KUA. Masa ibu-ibu berkumpul untuk mengaji harus daftar ke KUA?" tanya Ace dengan heran.

Selain itu, lanjut Ace, dalam PMA itu disebutkan setiap satu tahun sekali harus melaporkan kegiatannya ke Kementerian Agama. Ia mempertanyakan untuk apa Majelis Taklim harus mendaftarkan diri ke Kementerian Agama? Apa konsekuensinya kalau tidak mendaftar? Apakah Majelis Taklim akan dibubarkan Pemerintah?

"Ini lebih lucu lagi, untuk apa Majelis Taklim memberikan laporan ke Kementerian Agama?" keluhnya.

Selain itu, Ace menegaskan, tidak ada urgensinya jika Majelis Taklim mendaftarkan ke Kementerian Agama. Lebih dari itu, Majelis Taklim tidak memerlukan pengakuan (rekognisi) negara. Artinya tidak seperti, Pesantren yang memang memiliki peran pendidikan yang mengeluarkan ijazah dan kontribusi negara untuk peningkatan kualitasnya.

"Kemenag harus belajar kembali soal relasi antara negara dan civil society atau masyarakat dalam konteks membangun negara. Kami akan mengklarifikasi kepada Menteri Agama terkait dengan kebijakan ini dalam Rapat Kerja nanti," tutur legislator asal Banten tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement