REPUBLIKA.CO.ID, "Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, sesungguhnya Allah mengetahuinya." (Ali Imran: 92).
Betapa banyaknya sahabat Nabi yang mendermakan sebagian bahkan seluruh harta yang dimiliki dan dicintainya kepada orang lain, lantaran Nabi menyampaikan ayat di atas dan mereka ingin mendapatkan manfaatnya. Mereka mendermakan kebun, kuda kesayangan, separo hartanya bahkan satu-satunya makanan yang dimilikinya kepada tamu yang datang ke rumahnya.
Adalah Abu Thalhah beserta istrinya yang melakukan perbuatan mulia dan penuh pengorbanan itu, menjamu tamunya. Suatu hari Nabi SAW kedatangan tamu (orang Muhajirn) di masjid.
Setelah melakukan jamaah shalat Magrib dan dilanjutnya shalat Isya, Nabi meminta Abu Thalhah menjamu tamu itu di rumahnya. Sesampainya di rumah, betapa sedih hati Abu Thalhah mendapatkan bisikan istrinya bahwa makanan yang tersedia tinggal satu porsi saja.
Sebagai mukmin yang taat, tak mudah bagi Abu Thalhah dan istri melupakan ayat tersebut di atas. Tentu mereka tak ingin tamunya mengetahui keadaan yang sesungguhnya. Setelah berembug mengatur siasat baik dengan istrinya, Abu Thalhah segera kembali ke ruang tamu. Thalhah pun memanggil sang istri dan memintanya menyiapkan makan malam bersama.
Ketika makam malam akan dimulai, tiba-tiba lampu di rumah itu padam (dimatikan oleh istri Abu Thalhah). Abu Thalhah segera menyodorkan satu porsi makanan untuk tamunya. Sementara itu, ia berpura-pura memegang satu porsi makanan juga dan seolah makan malam seperti tamunya itu. Padahal piring yang dipegangnya itu kosong. Segera setelah makan malam usai, Abu Thalhah pun mengantarkan tamunya ke ruang istirahat.
Malam itu berlalu dan tak seorang pun mengetahui perbuatan mulia yang penuh pengorbanan itu. Tibalah saatnya shalat Subuh, Abu Thalhah membangunkan sang tamu dan mengajaknya ke masjid. Dari kejadian itu, Allah SWT mewahyukan sebuah ayat dalam surat al-Hasyr: 9, kepada Rasulullah SAW.
Ketika Nabi SAW melihat Abu Thalhah di masjid, beliau berkata: "Wahai Abu Thalhah, Allah SWT kagum dengan perbuatanmu menjamu tamu semalam." Bahkan Allah menurunkan sebuah ayat tentang hal itu kepadaku: "Mereka lebih mengutamakan (orang Muhajirin) daripada dirinya sendiri, sekalipun mereka memerlukannya," (al-Hasyr: 9).
Hadis Nabi: "Jika ada orang yang sangat ingin dengan sesuatu yang membangkitkan selera, kemudian ia tahan keinginan itu dan tidak mementingkan dirinya sendiri, maka dosanya akan diampuni Allah." (HR. Ibnu Hibban).