REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA— Kendala yang umumnya dihadapi pesantren dalam kegiatan usaha adalah pemasarannya.
Santri Pesantren Khoerul Huda Tasikmalaya, Asep Hilmi Mubarok (19 tahun) mengatakan, pesantrennya sejak tiga tahun terakhir telah membentuk koperasi yang mengelola usaha dengan membuat kerudung dan peci.
Dalam satu bulan, produksi peci misalnya, bisa mencapai 1.000-2.000 buah. Namun, hasil produksi itu rata-rata tak terjual setengahnya. Kendalanya di pemasaran. Susah masukin barang ke toko. “Kita sudah pernah coba dimasukkan ke toko, tapi kalah dengan produk lain yang sudah terkenal," kata dia.
Alhasil, produknya itu hanya dipasarkan secara daring dan melalui pameran-pameran. Pesantren Khoerul Huda juga bekerja sama dengan sekolah-sekolah. Setiap awal tahun ajaran baru, pesantren mereka mengirimkan kerudung dan peci untuk siswa baru.
Asep mengatakan, dalam memroduksi kerudung dan peci, koperasi melibatkan para santri bakti. Bahan baku yang didatangkan dari luar daerah diproduksi menjadi peci dan kerudung di pesantren menggunakan mesin jahit.
Pesantren Khoerul Huda juga pernah mendapatkan bantuan dari Pemerintah Privinsi (Pemprov) Jabar melalui program One Pesantren One Produk (OPOP). Bantuan itu digunakan untuk menambah modal dan membeli mesin jahit tambahan.
"Bantuan pemasaran hanya pelatihan. Kita yang paling harapkan di pemasaran. Kaeena problem di peserta yang dapat program OPOP juga rata-rata pemasarannya," kata dia
Inisiator Serikat Ekonomi Pesantren, Ahmad Tazakka Bonanza, mengakui masalah manajemen, khususnya pemasaran menjadi kendala pesantren mengembangkan usaha. Pasalnya, pada dasarnya pesantren adalah lembaga pendidikan. Artinya, belum banyak pengajarnya yang paham dalam pengelolaan usaha modern.
"Kita akan bantu dari sisi manajemen. Pesantren yang manajemennya sudah hebat, akan jadi model contoh. Jadi mereka bisa belajar langsung dari pesantren yang sudah mapan ekonominya. Bukan sekadar teori," kata dia.