Rabu 13 Nov 2019 04:35 WIB
Ratu Adil dan bandit di Jawa

Ratu Adil, Rusuh Sosial: Perbanditan Jawa Masa Kolonial

Ratu Adil, Rusuh Sosial: Perbanditan Jawa Masa Kolonial

Kemiskinan akut di Jawa masa kolonial.
Foto:
Kemiskinan akut di Jawa masa kolonial.

Terkait dunia perbanditan di Jawa pada era kolonial, sejarawan muda Solo, Heri Priyatmoko, mengatakan penyebab munculnya aksi ‘perbanditan’ di Jawa pada saat itu memang kebanyakan dipicu oleh munculnya praktik pemerintah kolonial yang sangat menindas rakyat kecil. Melihat tindakan itu maka rakyat pun meresponsnya dengan

melakukan berbagai aksi kekerasan.

‘’Karena ditindas maka rakyat Jawa yang kebanyakan hidup dalam kemiskinan melakuan perlawanan atau gerakan balas dendam. Tindakan itu kemudian dilakukan dengan melakukan berbagai aksi kriminal yang ditujukan kepada orang kulit putih (Belanda), kroni dan birokrat yang menjadi kaki tangannya, dan para tuan tanah yang selama ini menindasnya. Jadi kekerasan adalah pilihan untuk melakukan

perlawanan,’’ katanya.

Namun, katanya, tak beda dengan masa sekarang, saat itu juga muncul aksi perbanditan yang muncul layaknya ‘Robin Hood’ yang suka membagi-bagikan harta kejahatan hasil rampokannya kepada rakyat kecil yang miskin. Tindakan kejahatan itu ditujukan kepada orang kaya dari etnis Tionghia, pribumi yang menjadi tuan tanah, maupun bangsawan yang suka menindas karena secara sewenang-wenang menarik pajak. Dan dalam hal ini kemudian di Jawa saat itu memang muncul berbagai sebutan soal pelaku aksi perbanditan, misalnya ‘kecu’, ‘begal’, maling aguno,

atau maling sunthi.

‘’Jadi memang jelas  para bandit ini melakukan aksi kriminal, tak hanya memaksa meminta harta saja, tapi mereka juga tak segan membunuh atau melukai  orang yang menjadi korbannya. Tindakan kekerasan mereka lakukan karena melihat si korbannya itu adalah orang yang selama ini berbuat lalim kepadanya,’’ tegas Priyatmoko.

Dengan demikian, lanjut dia, apa yang dikenang atau dipercaya bahwa situasi di Jawa pada masa lalu itu adalah wilayah yang penuh kedamaian dan ketenangan, maka ini tidaklah benar adanya. Kawasan Jawa, terus menerus mengalami pergolakan sosial.

‘’Maka apa yang seringkali disebut  Raffles bahwa Jawa sebagai wilayah yang subur dan damai adalah tak benar sama sekali. Raffles terlihat hanya melihat dari sisi permukaan saja. Dia hanya melihat Jawa yang subur dan indah. Dia tak mau melihat situasi sosial masyarakatnya yang saat itu penuh aksi kekerasan dan konflik sosial,’’ kata Priyatmoko.

   

   

   

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement