REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Dalam epos Mesopotamia tentang Gilgames yang disusun pada milenium ketiga sebelum Masehi, sang pahlawan dikisahkan melakukan perjalanan jauh untuk mendapatkan ramuan keabadian. Dalam perjalanan itu, dia menemukan penginapan untuk beristirahat. Epos ini merupakan referensi tertulis pertama tentang penginapan bagi para pengelana di masa lalu.
Namun, asal-muasal karavanserai sebagai bagian dari sistem perdagangan yang terorganisasi diyakini berasal dari abad kelima sebelum Masehi ketika Kekaisaran Persia membangun jalan sepanjang 2.500 kilometer dari Sardis ke Susa.
Pembangunan jalan yang panjang ini mendorong dibangunnya rumah peristirahatan bagi para pekerja. Pekerjaan membangun jalan ini membutuhkan pengorganisasian be sar di tanah luas yang dipenuhi gunung, gu run, dan bandit. Pos-pos pemantau kerajaan ada di sepanjang jalan, dan di situ pula dibuat karavanserai yang nyaman dan aman dari bahaya.
Di kawasan Mediterania, penginapan semacam itu disebut pandoche. Awalnya, pandoche merupakan tempat istirahat yang sederhana, bahkan cenderung berantakan. Namun, di era Bizantium, orang-orang Kristen mulai banyak melakukan ziarah ke sejumlah wilayah di kekaisaran itu, dan hal itu mendorong perbaikan kualitas dan reputasi Pandoche. Beberapa penginapan bahkan memberi layanan gratis.
Pada abad ketujuh Masehi, dunia Islam mulai menerapkan tradisi itu. Kata 'funduq' dalam bahasa Arab diyakini berakar dari isti lah 'pandoche'. Pada tahun 719, salah satu khalifah pada Dinasti Umayah, Umar bin Abdul Aziz menginstruksikan gubernur Samarkand untuk membangun karavanserai di seluruh wilayahnya. Kala itu, Khalifah Umar ingin menyediakan penginapan gratis bagi para pelancong.