Sabtu 09 Nov 2019 18:30 WIB

Masjid Biru Amsterdam tak Bisa Kumandangkan Azan

Kabel pengeras suara azan diputus seseorang tak dikenal.

Warga Muslim Belanda, ilustrasi
Foto: Flickr
Warga Muslim Belanda, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, ROTTERDAM -- Kumandang adzan di Masjid Biru Amsterdam tak terdengar lantang pada Jum'at (8/11) kemarin. Itu dikarenakan pengeras suara masjid yang tak berfungsi karena seseorang tak dikenal dengan sengaja memotong kabel sistem audio masjid. 

Dilansir Anadolu Agency pada Sabtu (9/11) setiap Jum’at, Masjid Biru biasanya penuh dengan jamaah warga Maroko yang hendak melaksanakannya shalat Jum'at. Jamaah biasanya mengumandangkan adzan dengan pengeras suara. Namun pada Jum'at kemarin para pejabat masjid menyadari sistem audio masjid telah dirusak. 

Juru bicara Masjid, Nourdeen Wildeman mengatakan kabel sistem audio masjid diputus orang. 

Wildeman pun mengatakan adzan tak bisa dikumandangkan melalui pengeras suara akibat insiden itu, kendati demikian ia memasukan kumandang adzan sudah bisa melalui pengeras suara.

Sementara itu di Canberra, para pemimpin muslim di Australia mempertimbangkan penempatan petugas keamanan bersenjata di luar lingkungan masjid dan sekolah Islam. Hal ini dimaksudkan untuk melindungi muslim dari ancaman ekstrimis sayap kanan.

Dilansir dari Daily Mail  Dewan Imam Nasional Australia (ANIC) berencana membayar petugas keamanan bersenjata untuk menjaga di luar masjid dan sekolah Islam. Juru bicara ANIC, Bilal Rauf mengatakan terkait penempatan petugas keamanan bersenjata di lingkungan ibadah maupun sekolah telah dilakukan oleh pemeluk Yahudi di sekolah-sekolah dan Sinagog selama 10 tahun terakhir. Menurutnya hal itu merupakan tindakan yang benar.

“Orang-orang dengan perencanaan pembunuhan secara agresif menargetkan masjid, sinagog, dan gereja karena saat itulah paling rentan bagi para jamaah,” kata Rauf.

Rauf mengatakan pertimbangan peningkatan keamanan di masjid dan sekolah Islam karena dilatarbelakangi sejumlah peristiwa, diantaranya yakni serangan yang terjadi di Masjid Christchurch Selandia Baru pada 15 Maret yang menewaskan 51 jamaah dalam sholat Jum'at.

Selain itu pada 11 September tembok masjid di Holland Park Brisbane dirusak dengan simbol-simbol Swastika dan kata Saint Tarrant yang merujuk pada Brenton Tarrant. Di masjid yang sama, jamaah harus mengunci diri di dalam masjid setelah seorang pria terlihat membawa senjata parang di sekitar lingkungan masjid. Sedang di Canberra masjid Agung juga dirusak.

“Pasca serangan Christchurch dan peningkatan Islamophobia dan ancaman di masjid-masjid, khususnya insiden di Holland Park dan Canberra, kami pikir pantas untuk membentuk komite untuk mengatasi itu. Penjaga bersenjata hanya satu opsi dan bukan standar,” kata Rauf.

ANIC pun masih berkoordinasi untuk membahas pendanaan rencana penempatan penjaga bersenjata di lingkungan masjid dan sekolah Islam. ANIC telah membentuk komite keselamatan dan keamanan sendiri dan telah menyewa pakar keamanan Joe Kabbara dan Ahmed Homsi untuk memberi saran kepada mereka.

Pada 2015, sekolah Yahudi terbesar di Victoria Mount Scopus Memorial College  menempatkan penjaga bersenjata di tiga kampus Melbourne milik Yahudi. Kampus-kampus itu pun hingga kini masih mempekerjakan penjaga bersenjata. Di Sydney, Sekolah Emanuel di Randwick juga memiliki penjaga bersenjata di kampus mereka sejak 2016. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement