Rabu 06 Nov 2019 05:00 WIB

Parfum Mengandung Alkohol, Apakah Benar Dihukumi Najis?

Alkohol dalam parhum selalu larut dan menguap.

Parfum (ilustrasi)
Foto: Antara
Parfum (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Alkohol dalam parfum berfungsi sebagai pelarut bahan-bahan esensial yang menghasilkan aroma tertentu. Banyak sekali bahan aroma parfum tersebut yang tidak larut di dalam air, tetapi hanya larut di dalam alkohol. Oleh karena itu alkohol menjadi salah satu alternatif terbaik dalam melarutkan bahan tersebut.

Sebenarnya alkohol tidaklah sama dengan khamr. Khamr atau minuman keras adalah suatu istilah untuk jenis minuman yang memabukkan. Di dalam khamr itu memang mengandung alkohol sebagai salah satu komponen yang menyebabkan mabuk. Sedangkan alkohol atau etanol merupakan salah satu senyawa kimia yang bisa berasal dari berbagai bahan. Bisa dari fermentasi khamr, fermentasi non khamr, bahkan juga terdapat secara alamiah di dalam buah-buahan matang. Oleh karena itu penggunaan alkohol teknis untuk keperluan nonpangan, seperti bahan sanitasi (dalam dunia laboratorium dan kedokteran) masih diperbolehkan.

Baca Juga

Sedangkan alkohol sebagai pelarut dalam dunia pangan, selama tidak terdeteksi di dalam produk akhir bahan makanan tersebut maka Komisi Fatwa MUI masih membolehkannya. Seperti penggunaan alkohol sebagai pelarut dalam mengekstrak minyak atsiri atau oleoresin. Demikian juga penggunaan alkohol untuk melarutkan bahan-bahan perasa (flavor). Syaratnya, alkohol tersebut bukan berasal dari fermentasi khamr (alkohol teknis) dan alkohol tersebut diuapkan kembali hingga tidak terdeteksi dalam produk akhir.

Dalam dunia parfum, alkohol hanya bersifat sebagai bahan penolong untuk melarutkan komponen wewangian. Mungkin ia masih akan ikut dan tertinggal di dalam parfum tersebut. Akan tetapi ketika digunakan, misalnya dioleskan atau disemprotkan ke badan, maka ia akan segera menguap dan habis, tinggal bahan parfumnya saja yang masih menempel. 

Bahan penyusun parfum sendiri sebenarnya cukup banyak. Secara umum parfum didapatkan dari dua kelompok besar, yaitu bahan alami (yang diekstrak dari alam) dan bahan sintetis (bahan buatan yang berasal dari bahan kimia sintetis). Sebagian kalangan menganggap bahwa alkohol inilah yang menyebabkan suatu parfum menjadi halal atau haram. Artinya jika di dalam parfum tersebut tidak ada alkohol (nonalkohol), maka otomatis menjadi halal.

Anggapan ini tidak selamanya benar. Sebab bahan parfum itu sendiri, baik yang berasal dari alam maupun sintetik, berpeluang mengandung sesuatu yang haram. Selain bahan yang digunakan, proses pembuatan parfum juga mengundang kerawanan. Dalam dunia parfum kita mengenal beberapa bahan yang sering dipakai sebagai bahan esensial yang memiliki aroma dan kesan tertentu. Misalnya berupa sejenis lemak yang berasal dari hewan tertentu, biasanya dari hewan sejenis musang. Civet, misalnya, memberikan kesan tertentu di dalam parfum, sehingga menghasilkan nuansa maskulin.

Sebagai sebuah lemak hewan, tentu saja perlu dikaji, apakah hewan tersebut halal atau tidak. Demikian juga cara mendapatkannya, apakah disembelih atau tidak. Sebab jika tidak sesuai dengan aturan Islam, maka civet yang berasal dari hewan haram akan menjadi najis bagi parfum yang dihasilkannya.

Salah satu proses pengambilan komponen esensial dalam parfum adalah dengan metode enfluorase. Metode ini dilakukan dengan menangkap bahan parfum yang bersifat folatil (gas yang mudah terbang) ke dalam suatu lemak padat. Cara ini dipakai untuk menghasilkan aroma tertentu yang sulit dilarutkan atau ditangkap dengan pelarut cair biasa. Nah, sekali lagi kita bertemu dengan lemak padat, yang biasanya adalah lemak hewani. Konon yang sering dipakai dalam metode ini adalah justru lemak babi!

Meskipun saat ini metode tersebut sudah mulai ditinggalkan karena mahal, namun untuk parfum-parfum tertentu yang menghendaki kemurnian dan efek tertentu, maka penggunaan metode tersebut masih dimungkinkan. Di pasaran kita sulit membedakan mana parfum yang diperoleh dari ekstraksi menggunakan pelarut cair dan mana yang menggunakan metode enfluorase. Kadang-kadang beberapa bahan tersebut dicampur-campur untuk menghasilkan efek dan karakter tertentu.

Melihat hal itu seyogyanya kita dapat menilai kehalalan parfum secara proposional. Boleh-boleh saja pendapat yang mengharamkan penggunaan alkohol dalam parfum dengan berbagai alasannya. Tetapi kita juga harus melihat aspek lain, seperti bahan parfumnya sendiri atau proses pembuatannya yang bisa saja melibatkan bahan-bahan haram. Bahan pelarut dan penangkap komponen esensial dalam dunia parfum memang sangat dibutuhkan. Jangan sampai demi menghindari alkohol yang masih diperdebatkan kebolehannya, kita justru terjebak kepada bahan lain yang jelas-jelas haram dan najis.

 

sumber : Harian Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement