Rabu 06 Nov 2019 04:00 WIB

Suami Memaksa Istri Berhubungan Intim, Apa Hukumnya?

Memaksa istri berhubungan intim bisa memicu dosa.

Rep: A Syalaby Ichsan/ Red: Nashih Nashrullah
Ilustrasi Pernikahan Dini
Foto: Republika/ Wihdan
Ilustrasi Pernikahan Dini

REPUBLIKA.CO.ID, Marital Rape atau pemerkosaan suami terhadap istri atau sebaliknya menjadi isu hangat be lakangan ini. Kasus ini berakar pada pemaksa an hubungan seksual antarpasangan se hingga dinilai melanggar hak asasi. Lantas, bagaimana Islam memandang ini?

Lembaga Fatwa Mesir, Dar al-Ifta, mengungkap, para ulama berpandangan jika pemerkosaan dalam pernikahan terjadi ketika pria meminta istrinya berhubungan seksual selama periode menstruasi. 

Baca Juga

Marital rape juga terjadi manakala ada pemaksaan dari pasangan untuk berada dalam posisi seksual yang tidak normal. Kondisi lainnya, yakni memaksa berhubungan selama jam-jam puasa pada Ramadhan. 

Menurut lembaga fatwa ini, Allah SWT memberi hak kepada perempuan itu untuk menahan diri dari suaminya. Di dalam Alquran, Allah SWT berfirman, "Dan, mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakan, "Ini adalah sesuatu yang kotor." Karena itu, jauhilah istri pada waktu haid. Dan, jangan mendekati mereka sampai me reka suci. Apabila mereka telah suci, campurilah mereka sesuai dengan (ketentuan) yang diperintahkan Allah kepadamu. Sungguh, Allah menyukai orang yang tobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri." (QS al-Baqarah: 222).

Lembaga yang dipimpin Syeh Syauqi al-‘Allam itu juga mengungkapkan, jika suami menggunakan kekerasan untuk memaksa istrinya tidur dengannya, secara hukum dia berdosa. 

Dia pun memiliki hak untuk pergi ke pengadilan dan mengadukan suaminya untuk dihukum. Sang istri juga memiliki hak untuk menolak melakukan hubungan seksual dengan suaminya jika dia memiliki penyakit menular atau menggunakan kekerasan yang melukai tubuhnya selama hubungan seksual.

Menurut Dar al-Ifta, syariat Islam menuntun bahwa hubungan seksual antara suami dengan istri harus dilakukan dengan keintiman dan cinta. Bukankah Allah SWT berkata di dalam Alquran, "Istri-istrimu adalah ladang bagimu, maka datangilah ladangmu itu kapan saja dan dengan cara yang kamu sukai. Dan, utamakanlah (yang baik) untuk dirimu. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu (kelak) akan menemui-Nya. Dan, sampaikanlah kabar gembira kepada orang yang beriman." (QS al-Baqarah:223).

Islam bahkan mengajarkan adab dalam berhubungan intim. Rasulullah SAW pun menjelaskan, agar pasangan seharusnya melakukan pemanasan sebelum berhubungan.

"Janganlah salah seorang dari kalian berhubungan dengan istrinya seperti binatang ternak mendatangi pasangannya, tetapi hendaklah ada ar-Rasuul antara keduanya." Ditanyakan kepada beliau," Apakah ar-Rasuul itu wahai Rasulullah, beliau menjawab, "Ciuman dan kalimat-kalimat mesra." (HR ad-Dailami).

Jika sang istri membenci suaminya, syariat menyarankan untuk tidak terburu-buru dalam memutuskan meninggalkan suami nya. Syariat mendorong untuk bersabar agar tidak menghancurkan keluarga. Allah berfirman dalam Alquran, "Jika kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu. Padahal, Allah menjadikan kebaikan yang banyak padanya." (QS an-Nisa: 19).

Akan tetapi, jika sang istri tidak sanggup hidup dengan suaminya lagi, syariah Islam menyarankannya untuk mencari perpisahan dari suaminya untuk menghindari permusuhan, perkelahian, dan perselisihan. Tujuannya, untuk menghindari situasi yang berbahaya. Dalam hal ini, mencari perceraian akan berarti mengurangi kerusakan.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement