Senin 04 Nov 2019 04:00 WIB

Kiat Menahan Amarah dari Rasulullah SAW

Marah atau gembiranya Rasulullah SAW dapat dibedakan dari rona wajah

Rep: Ratna Ajeng Tedjomukti/ Red: Agung Sasongko
Rasulullah
Foto:

Marah atau gembiranya Nabi dapat dibedakan dari rona wajah karena kulitnya sangat bersih.Bila marah, pelipisnya memerah. Bila marah dan saat itu sedang berdiri, ia duduk. Bila marah dalam keadaan duduk, ia berbaring. Seketika, hilanglah amarahnya.

Bila Nabi sedang marah, tak ada seorang pun yang berani berbicara padanya, selain Ali bin Abi Thalib. Lepas dari itu, ia sulit sekali marah, dan sebaliknya, mudah sekali memaafkan. Kesak sian ini dikutip oleh Yusuf an-Nabhani dalam Wasail al-Wushul ila Syamail al-Rasul.

Bagaimana Nabi marah, padahal ia sendiri melarang umatnya untuk marah? Dalam riwayat Abu Hurairah, misalnya, Nabi mengatakan, Orang yang kuat tidaklah yang kuat dalam bergulat, tapi mereka yang bisa mengendalikan dirinya ketika marah. (HR Malik).

Dalam riwayat Abu Said al-Khudri, Rasulullah bersabda, Sebaik-baik orang adalah yang tidak mudah marah dan cepat meridhai, sedangkan seburukburuk orang adalah yang cepat marah dan lambat meridhai. (HR Ahmad).

Jawabannya, kemarahan Nabi itu memang disebabkan oleh bebe rapa hal. Namun, dapat dipastikan, kesemuanya bermuara pada satu sebab, yaitu sesuatu yang ber hubungan dengan kepentingan agama, bukan kepentingan pribadinya. Nabi perlu marah untuk memberikan penekanan bahwa hal tertentu tak boleh dilakukan umatnya. Sebagai guru seluruh manusia dan pemberi petunjuk ke jalan yang lurus, Nabi perlu marah agar mereka menjauhi segala perbuatan yang tidak elok.

Oleh karena itu, Muhammad SAW marah saat mendengar laporan bahwa dalam medan peperangan, Usamah bin Zaid membunuh orang yang sudah mengatakan kalimat tauhid.

Sedangkan, Usamah membunuhnya karena menyangka orang itu melafalkan kalam tauhid hanya untuk menyelamatkan diri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement