Jumat 01 Nov 2019 21:44 WIB

Cadar: Tak Wajib Hukumnya dan Disalahpahami Secara Sosial

Hukum cadar tak wajib menurut agama.

Rep: Muhyiddin/ Red: Nashih Nashrullah
Wanita bercadar, Wanita memakai cadar (ilustrasi).
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Wanita bercadar, Wanita memakai cadar (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Masalah cadar kembali mencuat seiring isu adanya pernyataan Menteri Agama, Fachrul Razi, yang melarang penggunaan cadar bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) dan bagi orang yang masuk kantor Kemenag maupun kantor pemerintahan.

Meskipun isu itu telah dibantah berulang kali oleh Meteri Agama tapi pembicaraan publik terutama di media sosial terus meluas bahkan cenderung dibesar-besarkan.  Terlepas dari itu, Wakil Ketua Umum Persatuan Islam, Ustaz Jeje Zainudin menjelaskan masalah cadar dari berbagai perspektif.

Baca Juga

“Secara hukum fikih, sependek yang saya ketahui, tidak ada seorang ulama pun yang menghukumkan bahwa bercadar dalam pengertian menutup seluruh wajah wanita secara total maupun menyisakan kedua matanya, sebagai perbuatan syariat yang wajib,” ujar Ustaz Jeje kepada Republika.co.id, Jumat (1/11).

Menurut dia, perdebatan para pakar haya berkisar seputar sunah, mustahab (terpuji), mubah, atau bahkan hanya tradisi sebagian masyarakat.” Jadi seandainya seorang Muslimah tidak memakainya tidak boleh dinilai sebagai meninggalkan syariat yang menyebabkan ia tercela apalagi berdosa,” ucap Ustaz Jeje.

Sementara itu, menurut dia, secara sosiologis penggunaan cadar di lingkungan masyarakat tertentu telah menimbulkan kegaduhan karena adanya perbedaan budaya pemakai cadar dengan tradisi masyarakat setempat, sehingga menimbulkan kecurigaan-kecurigaan berlebihan bahkan kekhawatiran terjadinya bentrokan budaya.  

“Secara psikologis cadar juga sedikit banyaknya menghambat keterbukaan komunikasi. Terutama ketika dialog langsung yang membutuhkan tatap muka dan eskpresi wajah serta mulut dibutuhkan dalam interaksi dan komunikasi,” kata Ustaz Jeje.

Dalam pelaksanaannya, tambah dia, pemakaian cadar pada sebagian kelompok juga terkesan dipaksakan. Karena, menurut dia, cadar tidak lagi berangkat dari kesadaran dalam menjaga aurat, tetapi telah berubah menjadi semacam identitas kelompok ciri kefanatikan atas suatu mazhab. 

“Sebagai faktanya bahwa banyak anak-anak dan gadis kecil yang belum baligh, bahkan terkadang masih balita yang dipaksakan harus mengenakan cadar dengan alasan pembiasaan,” jelas Ustaz Jeje. 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement