REPUBLIKA.CO.ID, Salah satu tujuan syariat nikah adalah terhubungnya jalinan silaturahim yang semakin luas antara keluarga besar kedua mempelai, sehingga terbangunlah masyarakat Muslim yang didasari oleh hubungan akidah dan nasab. Mertua adalah orang tua pasangan kita yang sangat besar pengaruhnya pada kebahagiaan rumah tangga.
Pengaruh hubungan ini sampai akhirat kelak ketika hamba dimintakan pertanggungjawaban oleh Allah SWT. "…. Dan, bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu." (an-Nisa [4]:1).
Adalah hak mertua untuk dipelihara hubungan silaturahim dengan anaknya, juga hak mertua untuk dimuliakan oleh menantunya, sebagaimana anaknya yang wajib memuliakan kedua orang tuanya. Masalah seperti ini kerap terjadi di rumah tangga, terutama bagi keluarga pemula yang belum saling mengenal, baik antara menantu dan mertua serta para iparnya.
Semua itu berakhir jika segalanya dikembalikan kepada Allah dan Rasul-Nya. "Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya. Dan, berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang miskin, tetangga yang dekat dan yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri." (QS an-Nisa [4]: 36).
Ketika siap menikah, berarti siap menerima pasangan dan semua kondisi keluarganya. Keadaan suami-istri dalam rumah tangga sangat dipengaruhi oleh rida atau murka kedua orang tua masing-masing. Oleh karena itu, pasangan yang baik adalah yang menganjurkan pasangannya senantiasa berbuat baik kepada kedua orang ibu-bapaknya.
Dari pemahaman ini muncullah kesadaran, setelah menikah berarti bertambahlah orang tua kita, yakni mertua pasangan kita. Hak mertua dalam berumah tangga adalah dihormati, disayangi, dan dijaga kehormatan dan hartanya, serta ditaati perintahnya selama tidak bertentangan dengan syariat Allah dan Rasul-Nya.
Bahkan, keluarga anaklah yang berkewajiban menafkahi jika kedua orang tua tidak sanggup lagi memenuhi hajat hidup kesehariannya. Namun, jika ada kekurangan dan hal yang mengecewakan dari keluarga pasangan, jangan terburu-buru menilai negatif atau menganggap mereka sebagai musuh walaupun jelas-jelas perbuatan mereka menunjukkan permusuhan.
Sebab, kemungkinan terbesarnya bukan kejahatan yang mereka inginkan saat terkesan ikut campur dalam urusan rumah tangga kita, tapi kemungkinan terbesarnya adalah karena kebaikan dan kasih sayanglah yang mereka inginkan, hanya caranya yang barangkali kurang tepat menurut kita. Untuk itu, ingat pesan Allah dalam surah Fushshilat ayat 34-35.
"Dan, tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang yang sabar dan orang-orang yang mempunyai keuntungan besar."
Balaslah kejahatan dengan kebaikan yang lebih baik dari yang biasanya menurut ukuran sosial. Allah akan meluluhkan hati orang yang bertikai menjadi saling mengasihi dan menyayangi. Allah akan menolong rumah tangga kita selama kita membalas kejahatan dengan kebaikan demi terjalinnya silaturahim dan terbebas dari permusuhan