REPUBLIKA.CO.ID, Sebagai umat Islam kita meyakini bahwa para sahabat Nabi SAW adalah sebaik-baik sahabat untuk sebaik-sebaik para nabi dan rasul, Muhammad SAW. Para sahabat Nabi SAW merupakan manusia-manusia yang dipilih Allah untuk menjadi sahabat rasul-Nya, membawa amanah syariat- Nya kepada seluruh umat manusia setelah wafatnya Nabi, mengajarkan Alquran kepada generasi setelahnya, dan menjadi pendamping Nabi SAW.
Banyak ayat Alquran yang menjelaskan keutamaan para sahabat Nabi SAW. Allah SWT berfirman, “Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah rida kepada mereka dan mereka pun rida kepada Allah...” (QS at-Taubah [9]: 100).
Dalam tafsirnya Ibnu Katsir menjelaskan bah wa dalam ayat ini Allah SWT menegaskan bahwa Ia telah rida kepada golongan yang pertama masuk Islam dari golongan Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik. Maka, sungguh celakalah mereka yang membenci dan mencaci para sahabat atau sebagian sahabat.
Inilah yang harus menjadi pegangan kita sebagai umat Islam apabila sampai muncul kera guan terhadap kejujuran, keadilan, kebaikan, dan keutamaan para sahabat Nabi SAW. Oleh karena itu, di antara asas pokok akidah Ahlus Sunnah wal Jamaah adalah mencintai seluruh sahabat Nabi SAW dan mengakui keimanan, keutamaan, kejujuran, kebersihan jiwa, serta amanah mereka.
Adapun mengenai perselisihan dan perperang an yang terjadi antara para sahabat Nabi SAW, jalan yang terbaik dan menjadi pegangan Ahlus Sunnah wal Jamaah adalah dengan tidak membahas dan memperpanjang perdebatan dalam ma salah tersebut. Ketika Umar bin Abdul Aziz ditanya tentang Ali, Utsman, Perang Jamal, Perang Shiffin, dan apa yang terjadi di antara para sahabat, ia men jawab, “Itu adalah darah yang Allah selamat kan tanganku darinya dan aku sungguh benci un tuk menenggelamkan lidahku ke dalamnya.”
Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah kalian men caci para sahabatku! Demi yang jiwaku di ta ngan-Nya, seandainya seorang dari kalian berinfak emas sebesar Gunung Uhud maka tidak akan me nyamai satu mud (raupan tangan) salah satu dari mereka, bahkan tidak setengahnya.” (HR Muslim).
Kita tidak meyakini bahwa para sahabat Nabi itu terbebas dari segala dosa karena yang ma’shumitu hanya Nabi SAW. Tetapi, kelebihan dan keutamaan para sahabat Nabi itu dalam beribadah dan berjuang di jalan Allah SWT bersama Rasul-Nya menyebabkan Allah SWT mengampuni dosa-dosa yang mungkin mereka lakukan.
Ibnu Hajar dalam Fathul Bari-nya menegaskan, Ahlus Sunnahsepakat bahwa wajib hukumnya me larang menyalahkan atau mencela salah satu sa habat disebabkan apa yang terjadi (maksudnya pe perangan) meskipun diketahui siapa yang benar di antara mereka karena mereka tidak ikut ber pe rang dalam peperangan itu, kecuali berdasarkan ijtihad.
Karena itu, umat Islam harus berhati-hati dalam masalah ini. Dan, harus bersikap hati-hati dan was pada terhadap mereka yang ingin memunculkan keraguan terhadap para sahabat Nabi SAW.