Jumat 25 Oct 2019 09:00 WIB

Pendidikan Karakter Berpusat pada Hati

Pendidikan galibnya bertujuan sangat mulia, yaitu membentuk pribadi kuat.

Pendidikan/Ilustrasi
Pendidikan/Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Maka, hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah), (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS ar-Ruum [30] : 30).

Pendidikan galibnya bertujuan sangat mulia, yaitu membentuk manusia menjadi pribadi yang kuat, berkarakter khas, dan sekian banyak tujuan baik lainnya. Dalam konteks Indonesia, tujuan dan fungsi pendidikan telah dirumuskan dengan indahnya dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Tiga poin pertama tujuan itu adalah membentuk peserta didik menjadi insan yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia. Namun kenyataannya, tujuan indah itu didistorsi menjadi bersifat sangat materialistik-sekularistik.

Peserta didik seolah-olah segera melupakan semua petuah guru tentang nilai-nilai kebajikan dan norma agama begitu mereka lulus dari lembaga pendidikan formal. Tidak ada lagi yang tersisa dari nilai dan norma itu kecuali hanya sedikit, karena mereka harus berjibaku dengan kerasnya kehidupan. Inilah hidup mereka yang sebenarnya.

Dan, mereka harus keluar sebagai pemenang atau setidaknya tidak terpental dari orbit yang normal, lalu menjadi pecundang. Menarik sekali bila kita cermati akhir-akhir ini,  banyak petinggi negeri ini yang bicara tentang mendesaknya melaksanakan pendidikan karakter dan budi pekerti (akhlak mulia) di sekolah dan kampus.

Ini bisa dimengerti karena kita mendapati kenyataan betapa hasil pendidikan kita telah melenceng jauh dari yang dicita-citakan. Kita sedih bila melihat atau mendengar berita tentang buruknya perilaku para pelajar atau mahasiswa. Mereka tawuran, terlibat narkoba, bahkan melakukan seks bebas.

Hati kita semakin miris saat mengetahui wajah dunia pendidikan kita juga ikut dicoreng oleh ulah segelintir oknum pendidik yang berperilaku tidak terpuji. Sesungguhnya pendidikan karakter dan akhlak mulia harus dimulai dari para pendidik. Mereka harus menjadi contoh dan teladan bagi para peserta didik dalam tutur kata dan tindakan.

Namun yang perlu juga diingat, bicara tentang pendidikan karakter dan akhlak mulia tidak lain bicara soal hati. Dan tidak ada yang mengerti soal hati kecuali Allah, Tuhan yang menciptakan manusia. Hanya firman Allah yang bisa menyentuh dan menyinari hati dengan cahaya kebenaran dan petunjuk. Sehingga, manusia kembali kepada fitrah insaniah yang sebenarnya.

Agar tujuan pendidikan tercapai dan fungsinya juga terealisasi dalam kehidupan praktis maka masyarakat Indonesia yang mayoritas Muslim ini harus menengok Alquran. Sebab, di sanalah melimpah-ruah ‘makanan’ bagi hati anak-anak didik kita. Pendidikan  karakter dan akhlak mulia, baru bisa berhasil bila menjadikan Alquran sebagai pedoman operasionalnya dan perilaku Nabi Muhammad SAW sebagai landasan etikanya.

Tanpa itu, rasanya kita seperti meraba dalam ruangan luas yang gelap gulita. Wallahu a’lam.n

sumber : Hikmah Republika/JH
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement