REPUBLIKA.CO.ID, Hong Kong -- Para pengunjuk rasa berkumpul di Tsim Sha Tsui, Rabu (23/10) untuk menyuarakan dukungan bagi komunitas etnis minoritas. Aksi unjuk rasa ini digelar tepat tiga hari setelah penyemprotan meriam air di pintu masuk Masjid Kowloon oleh polisi.
Demonstrasi dilakukan setelah anggota komunitas Muslim menyuarakan pendapatnya atas kejadian penyiraman Masjid, yang disebut kepolisian sebagai ketidaksengajaan itu. Di sisi lain, para tokoh masyarakat dan pengurus masjid juga telah menyerukan agar masyarakat agar menerima permintaan maaf kepolisian.
Kepala Eksekutif Carrie Lam, Cheng Yuet-ngor dan Komisaris Polisi, Stephen Lo Wai-chung sempat mendatangi Masjid Kowloon pada Senin (21/10) dan menyampaikan permintaan maaf secara langsung atas kejadian penyiraman Ahad (20/10) lalu.
Kepolisian juga mengatakan dalam konferensi pers di hari yang sama, bahwa kanon air difungsikan untuk melindungi masjid, yang dikhawatirkan akan menjadi sasaran para pemrotes.
Hingga Rabu (23/10) kemarin, noda biru bekas penyiraman masih terlihat di pelataran Masjid Kowloon. Fahim Butt (34 tahun) penduduk asli Pakistan yang telah tinggal di Hong Kong selama 13 tahun, mengaku sedang sholat di Masjid Kowloon sejam sebelum penyemprotan meriam air.
Meski tidak menjadi korban, namun Butt mengatakan merasa sakit hati dan marah atas kejadian tersebut. Bukan hanya Butt, beberapa Muslim juga mengungkapkan kemarahan mereka, namun sebagian besarnya akan mendukung pesan yang dikirim Kepala Imam Masjid Kowloon, Muhammad Arshad untuk menerima permintaan maaf pemerintah.
"Anda tidak dapat menyerang agama siapa pun, terutama tempat-tempat shalat, tidak peduli apakah itu sebuah kuil, masjid atau gereja," kata Butt yanh dilansir Republika dari scmp.com, Kamis (24/10).
"Kita memang mengikuti pemimpin imam dan komunitas Muslim, tetapi di pihak kita sendiri [secara pribadi] kita masih marah,” sambungnya.
"Sebagian besar komunitas kami merasa itu kesalahan," kata Mohamed (24), lahir dan besar di Hong Kong dari keluarga India.
“Kami telah membersihkannya dan kemudian melanjutkan hidup kami. Begitulah adanya,” lanjutnya.
Di sisi lain, demonstran berkumpul di luar Chungking Mansions, Rabu (23/10) malam untuk menunjukkan dukungan bagi komunitas etnis minoritas dan berterima kasih atas dukungan mereka dalam gerakan protes anti-pemerintah.
Banyak dari mereka yang memakai topeng dan berpakaian hitam, menyanyikan lagu-lagu protes, termasuk Glory to Hong Kong. Salah satu Muslim, warga Chungking Mansions, KK Khan, (34) membantu membagikan botol air bagi para pengunjuk rasa. Pemilik toko seluler di Chungking Mansions ini mengatakan, kebanyakan orang dari komunitas etnis minoritas adalah orang-orang yang damai yang tidak menginginkan kekerasan. Dia berharap para pemrotes dan pemerintah akan menemukan solusi untuk krisis ini.
"Hong Kong adalah tempat yang sangat damai. Kami berharap kami bisa mendapatkan Hong Kong kembali seperti apa adanya," kata Khan.
Fan, warga Hongkong berusia 33 tahun, yang turut menunjukkan dukungan pada etnis minoritas mengatakan, banyak orang Asia Selatan yang sangat mencintai Hongkong. Rasa cinta mereka juga sama besar sepertinya yang merupakan warga pribumi, kata Fan.
“Banyak orang Asia Selatan sangat mencintai kota kami. Mereka mencintai kota seperti halnya kita. Kita harus tetap bersama sehingga kita bisa melewati berbagai hal,” kata Fan.