Rabu 23 Oct 2019 23:20 WIB

Keindahan Alquran Luluhkan Hati Umar Bin Khattab

Keindahan Alquran diakui para sastrawan Arab masa lalu.

Rep: Hasanul Rizqa/ Red: Nashih Nashrullah
Alquran/Ilustrasi
Alquran/Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Praktik-praktik retorika Arab secara khusus dibahas melalui ilmu balaghah. Lantaran ciri khas bangsa Arab, terutama di era pra-Islam, ialah mengutamakan sastra lisan, maka gaya bahasa yang dikaji ilmu balaghah tidak cukup terdokumentasikan dalam tulisan. Hal ini kemudian bergeser dengan hadirnya risalah Nabi Muhammad SAW (sekitar 620 masehi). Sosok Rasulullah SAW lantas menjadi figur penting di dunia seni retorika Arab. 

Khalid Alhelwah dalam disertasinya untuk Ohio State University berjudul “The Emergence and Development of Arabic Rhetorical Theory 500 CE-1400 CE”, mengatakan berbeda dengan para orator, beliau SAW mementingkan kebenaran sebagai unsur penting dari sebuah orasi atau ceramah.

Baca Juga

Namun, Nabi Muhammad SAW juga memerhatikan unsur non-literal, misalnya gesture ketika berkata-kata. Para sahabat kerap mengenang momentum bersama Nabi SAW karena kata-kata beliau SAW terucap secara seimbang, tidak terlalu lamban, pun tidak terlalu cepat, sehingga mudah dihapal.

Tujuan retorika dalam Islam adalah membujuk orang agar berbuat kebaikan dan mengenali kebenaran. Semua itu dilakukan dengan menyertakan unsur keindahan, sehingga memikat massa. Alquran sendiri secara gaya bahasa begitu indah bagi kaum Arab. 

Alhelwah mengutip kesaksian Umar bin Khattab yang berkata, “Yang membuatku masuk Islam adalah keindahan bahasa Alquran.” Karena aspek estetika bahasa ini, Nabi Muhammad SAW dalam menjalankan tugasnya berdakwah kerap bersinggungan dengan kalangan penyair. Bahkan, Nabi SAW difitnah sebagai penyair yang mengarang-ngarang teks Alquran atau penyihir yang menyebar jampi-jampi. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement