Senin 21 Oct 2019 23:35 WIB

Komaruddin Hidayat: Pesantren Ciptakan Keberagaman Moderat

Dalam pesantren, ada tradisi menerima perbedaan pendapat sebagai hal yang biasa.

Komaruddin Hidayat
Foto: Republika TV/Havid Al Vizki
Komaruddin Hidayat

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Cendekiawan Muslim Komaruddin Hidayat mengatakan pesantren memiliki peran menciptakan budaya keberagaman yang moderat dalam kehidupan masyarakat. Dalam pesantren, ada tradisi menerima perbedaan pendapat sebagai hal yang biasa.

"Tradisi ini sudah lama dikembangkan di dalam pesantren sehingga menciptakan budaya keberagaman yang moderat," katanya tentang peran pesantren dalam rangka memperingati Hari Santri Nasional 2019 yang jatuh Selasa, 22 Oktober, di Jakarta, Senin (21/10).

Baca Juga

Pemahaman moderat yang biasa diterapkan di dalam lingkungan pesantren, katanya, karena santri diajari tentang banyak pemahaman. Dengan demikian, mereka dapat dengan mudah menerima perbedaan sebagai hal yang lumrah.

Pesantren dalam hubungannya dengan masyarakat luas juga berperan mengajarkan nilai-nilai agama yang bermuara pada penanaman akhlak yang berbudi mulia selain juga memberikan pembinaan nilai-nilai sosial. Bentuk pembinaan yang diberikan oleh pesantren kepada masyarakat contohnya adalah pembinaan moral untuk menyadarkan masyarakat tentang pentingnya kerukunan dalam kehidupan bermasyarakat.

Kiai sebagai pengajar di dalam pesantren juga mengajari para santrinya tentang perlunya menghormati perbedaan. "Karena orang yang masuk Islam itu ilmunya berbeda-beda. Jadi kalau berbeda-beda, bagi kiai itu akan dididik bukannya dicaci maki. Mengkafir-kafirkan itu bukan tradisi kiai," katanya.

Selain mengajarkan nilai-nilai moral dan sosial, pelajaran utama yang diajarkan di dalam pesantren adalah tentang tauhid dan akhlak. Pengajaran ini menekankan pentingnya akhlakul karimah atau akhlak yang baik sebagai hasil dari pendidikan yang diajarkan di dalam pesantren.

"Pesantren mengajari santri untuk berakhlakul karimah. Sedangkan terorisme dan radikalisme itu identik dengan upaya menggunakan kekerasan dan tidak siap menerima perbedaan. Keduanya saling bertolak belakang," katanya.

"Benih-benih terorisme itu kan seperti itu, merasa dirinya paling benar, yang berbeda itu musuh," katanya lebih lanjut.

Ia mengatakan terorisme dan radikalisme muncul dari beberapa faktor, di antaranya adalah lemahnya penegakan hukum, kurangnya pendidikan agama dan juga karena masalah ekonomi. Karena itu, ia menyarankan agar ketiga masalah tersebut dapat ditangani secara bersama-sama baik oleh pemerintah, ulama dan juga masyarakat.

"Penegakan hukum dan perbaikan ekonomi kan tugas negara, wawasan keagamaan oleh tokoh-tokoh intelektual, kiai, bareng-bareng-lah," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement