Senin 21 Oct 2019 19:19 WIB

Bertemu Dubes AS, PBNU Tanggapi Isu Uighur dan Palestina

PBNU berharap AS paham tentang Islam moderat.

Rep: Fuji Eka Permana/ Red: Agung Sasongko
Ketua Umum (Ketum) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Prof Dr KH Said Aqil Siroj MA saat memberikan tausiah pada peresmian masjid dan penyerahan santunan bagi 1.200 dhuafa serta anak yatim, di pabrik PT industri Jamu dan Farmasi PT Sido Muncul, Jumat (24/5). 
Foto: Republika/Bowo Pribadi
Ketua Umum (Ketum) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Prof Dr KH Said Aqil Siroj MA saat memberikan tausiah pada peresmian masjid dan penyerahan santunan bagi 1.200 dhuafa serta anak yatim, di pabrik PT industri Jamu dan Farmasi PT Sido Muncul, Jumat (24/5). 

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ketua Umum PBNU, KH Said Aqil Siroj menanggapi isu tentang etnis Uighur di Xinjiang. Ia menyampaikan, kalau yang terjadi di Xinjiang adalah pelanggaran hak asasi manusia maka PBNU akan bersuara. 

Tapi jika yang terjadi di Xinjiang adalah masalah politik dan ada kelompok masyarakat yang ingin memerdekakan diri dari Cina. Maka hal itu menjadi urusan dalam negeri Cina. "Tapi kalau yang terjadi adalah pelanggaran hak asasi manusia (di Cina) maka kita akan bersuara," ujarnya saat pertemuan dengan Dubes AS untuk Indonesia, Joseph R Donovan, Senin (21/10).

Baca Juga

KH Said juga berpandangan permasalahan yang terjadi di Palestina paling berat. Tentu NU mendukung kemerdekaan setiap bangsa termasuk kemerdekaan Palestina. Namun masalah yang terjadi di Palestina sangat berat, kompleks dan membutuhkan waktu yang panjang untuk menyelesaikannya.

Menurutnya, internal Palestina dan negara-negara Arab saja tidak bisa menyelesaikan masalah di Palestina. Terkait hal itu KH Said menegaskan bahwa senjata yang paling ampuh bukan minyak dan senapan, tapi senjata yang paling ampuh adalah persatuan. "Kalau (negara-negara) Arab bersatu, Palestina bersatu, maka akan menang," ujarnya.

Selain membicarakan isu di Xinjiang dan Palestina. Dubes AS dan PBNU juga membicarakan tentang pendidikan dan pertukaran pelajar serta dosen. Menurut KH Said, Dubes AS menganggap Nahdlatul Ulama mewarisi Islam moderat. Nahdlatul Ulama mengajarkan Islam yang benar-benar Islam karena berbeda dengan Islam yang radikal. 

PBNU berharap AS paham tentang Islam moderat. Sehingga AS tidak memandang Islam secara umum dan tidak menyamakan Islam dengan teroris serta radikal. Insya Allah masyarakat AS bisa membedakan mana Islam yang benar dan Islam yang menyimpang sehingga menjadi radikal. "Di Indonesia ada  Nahdlatul Ulama yang anti radikalisme, anti terorisme, anti ekstremisme, dan anti intoleransi," ujar KH Said. 

Selain itu, Dubes AS dan PBNU membahas permasalahan yang terjadi di Papua. Melalui Dubes AS, Pemerintah AS menyampaikan bahwa mereka menaruh hormat terhadap kedaulatan wilayah Indonesia di tanah Papua. AS berharap pemerintah Indonesia bisa bekerjasama dengan pemerintah daerah dan masyarakat Papua untuk mengatasi persoalan yang terjadi di sana. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement