Ahad 20 Oct 2019 04:33 WIB

Soal Ta'wil Tuhan: Dari Kitab Targum hingga Shahih Bukhari

Kesinambungan Kitab Targum hingga Shahih BukhariTRADISI TA'WIL

Kitab Sahih Bukhari
Foto: Menachem Ali
Kitab Sahih Bukhari

Oleh: Menachem Ali, Dosen Philology Univeritas 
Airlangga

Pembahasan mengenai tradisi ta'wil dalam memahami teks kitab suci memang sangat penting untuk dikaji. Tradisi ta'wil ternyata merupakan episteme (cara memahami) teks suci dalam budaya Semit. Tradisi ta'wil merupakan pola pemahaman anti antropomorfisme bila hal itu dinisbatkan kepada Yang Ilahi (TUHAN). Ini merupakan ciri khas pada budaya Semit dalam memahami TUHAN yang impersonal.

Sebaliknya, tradisi anti-ta'wil merupakan pola pemahaman antropomorfisme bila hal itu dinisbatkan kepada Yang Ilahi (TUHAN). Ini juga merupakan ciri khas pada budaya Arya dalam memahami TUHAN yang personal. Cara pemahaman (episteme) terhadap teks suci yang berlatar pada budaya yang berbeda itulah yang menyebabkan adanya perbedaan antara budaya Semit yang pro-ta'wil dengan budaya Arya yang anti-ta'wil. Kedua pola episteme (cara pemahaman) terhadap teks suci tersebut ternyata sebagai pembeda antara pola budaya Semit dan pola budaya Arya dalam menalar mengenai wujud TUHAN.

Agama Hindu berakar pada budaya Arya. Agama Hindu memahami Sri Krishna sebagai Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Sri Krishna adalah TUHAN yang personal (tajsim), tatkala dia sebelum menjelma atau pun pada saat ia telah menjelma. Sri Krishna sebagai Kepribadian TUHAN yang Maha Esa tidaklah pernah berbeda dalam wujud fisik-Nya.

Dalam kitab Sri Isopanisad, mantra ke-5 teks berbahasa Sanskrit dan terjemahan bahasa Arab disebutkan mengenai wujud fisik Sri Krishna. Lihat AC. Bhaktivedanta Swami Prabhupada. Sri Isopanisad: تشري ايشوبنيشاد المعرفة التي تقربنا من كريشنا - الله - الشخص الامثل ( Tel-Aviv: al-Jam'iyyah ad-Dawliyyah Krishna, 2019), hlm. 21:

tad ejati tan naijati
tad dure tat v-antike
tad antar asya sarvasya
tad u-sarvasyasya bahyatah

هذا الرب العظيم يمشي هو لا يمشي 
هو بعيدا جدا هو ايضا قريب جدا 
هو في داخل من هذا كل 
هو ايضا كل من هذا خارجا

("Tuhan Yang Maha Esa berjalan kaki dan tidak berjalan kaki.
Tuhan sangat jauh dari kita, tetapi Dia juga dekat sekali. Tuhan ada di dalam segala sesuatu. Namun Dia juga di luar segala sesuatu.")

Sri Caitanya juga berkata bahwa dalam kitab suci Quran sebenarnya ada pernyataan tentang "the trancendental body of Lord" atau "jism" TUHAN yang transendental. Namun, para ahli Ilmu Kalam mengalihkan makna secara ta'wil terkait wujud TUHAN, sehingga Kepribadian TUHAN yang sebenarnya transendental ternyata beralih makna dari wujud TUHAN yang personal menjadi impersonal.

Sri Caitanya mengatakan:

karma jnana yoga age kariya sthapana
saba khandi sthape isvara, tanhara sevana

tomara pandita-sabara nahi sastra jnana
purvapara vidhi madhye para - balavan

njia-sastra dekhi' tumi vicara kariya
ki likhiyache sese kaha nirnaya kariya

mleccha kahe - yei kaha sei satya haya
sastre likhiyache, keha la-ite na paraya

nirvisesa-gosani lana karena vyakhyana
sakara-gosani - sevya karo nahi jnana

("In the Quran there are descriptions of fruitive activity, speculative knowledge, mystic power and union with the Supreme, but ultimately everything is refuted as the Lord's personal feature and His devotional service is established. The scholars of the Quran are not very advanted in knowledge. Although there are many methods prescribed, they do not know that the ultimate conclusion should be considered the most powerful. Seeing your own Quran and deliberating over what is written there, what is your conclusion?" The Saintly Mohammedan replied, "All that You have said is true. This has certainly been written in the Quran, but our scholars can neither understand nor accept it. Usually they describe the Lord's impersonal aspect, but they hardly know that the Lord's personal feature is worshipable. They are undoubtedly lacking this knowledge."). Lihat AC. Bhaktivedanta Swami Prabhupada. Sri Caitanya-Caritamrta. Madhya-Lila Vol. VII (New York: the Bhaktivedanta Book Trust, 1975), hlm. 227-229

Dalam pemahaman komunitas Hindu Hare Krishna (ISKCON), Tuhan Yang Maha Esa itu berwujud personal (tajsim) - "the trancendental body of the Lord", tetapi wajah-Nya tidak seperti wajah makhluk-Nya, sebab Dia memiliki banyak muka. Dia juga memiliki banyak tangan dan jari-jemari yang memegang gada, cakra, teratai atau pun trisula. Dia juga berjalan kaki, tetapi tangan dan kaki-Nya tidak seperti tangan dan kaki makhluk-Nya, dan jangan pula bertanya mengenai كيف (bagaimana) wujud hakiki tentang Dia, dan wujud fisik TUHAN yang personal tersebut tidak boleh dita'wil dengan cara apapun.

Inilah cara pemahaman mengenai wujud TUHAN dalam budaya Arya yang bersifat personal (tajsim). Sebaliknya, tradisi ta'wil merupakan episteme yang memahami TUHAN secara impersonal tatkala berkaitan dengan perbincangan wujud TUHAN.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement