REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tarif sertifikasi halal hingga kini belum ditetapkan meski penahapan pemberlakuan wajib sertifikasi halal telah dimulai pada 17 Oktober lalu. Penentuan tarif sertifikasi produk halal itu merupakan kewenangan Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Namun proses penetapannya dibahas bersama Kementerian Agama (Kemenag)
Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikasi Halal Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Mastuki menuturkan, Kemenag dan Kemenkeu telah mencapai kesepakatan terkait ketentuan biaya sertifikasi halal. Kesepakatan ini pun telah menghasilkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang merinci tarif sertifikasi produk halal.
"(Tapi) PMK belum diundangkan oleh Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham). PMK memang sudah masuk (ke Kemenkumham) pada 15 (Oktober) kemarin, tapi mereka kan perlu harmonisasi, jadi sudah oke, hanya masih menunggu pengundangan," tutur dia kepada Republika.co.id, Sabtu (18/10).
Meski begitu, Mastuki mengatakan, rincian tarif sertifikasi produk halal telah disepakati antara Kemenkeu dan Kemenag. Tarif itu terdiri dari lima komponen pembiayaan. Lima itu yakni pendaftaran, verifikasi, pemeriksaan dan pengujian produk, sidang fatwa, dan terakhir penerbitan sertifikat halal.
"Untuk menentukan tarif dari lima komponen ini seperti apa, kami sepakat untuk membuat range. Jadi harganya tidak tunggal atau satu harga saja," ungkapnya.
Untuk pendaftaran, rentang harganya antara Rp 100 ribu sampai Rp 500 ribu, bergantung jenis usahanya. Bila usahanya tergolong mikro dan kecil, maka tentu lebih murah ketimbang jenis usaha yang sudah besar.
Adapun tarif pendaftaran sertifikasi halal untuk usaha kecil dan mikro juga dibedakan. Mastuki menyadari usaha mikro dan kecil ini memang ada dalam satu kelompok.
"Tapi penetapan harganya ada range antara Rp 100 ribu sampai Rp 500 ribu. Pelaku usaha gorengan, atau apa, paling Rp 250 ribu sampai Rp 500 ribu," tuturnya.
Berlanjut ke komponen pemeriksaan dan pengujian sertifikasi halal, Mastuki memaparkan biaya untuk itu juga berbeda-beda. Tarif bagi produk dengan kompleksitas bahan baku yang tinggi berbeda dengan produk dengan bahan baku sederhana. "Pemeriksaan dan pengujian itu bervariasi, antara Rp 3,5 juta sampai Rp 4 juta," ujarnya.
Kemudian, pada tarif penerbitan sertifikat pun berbeda antara satu dengan yang lain. Untuk pelaku usaha kecil dan menengah, rentang tarifnya mulai Rp 150 ribu hingga Rp 1,5 juta. Sedangkan untuk usaha menengah dan besar, dari Rp 1,5 juta sampai Rp 5 juta. Perbedaan harga tergantung jenis produk, jenis usaha, dan faktor lainnya.
"Kami tidak bisa menentukan harganya fixed begitu, Rp 1,5 juta atau sekian, karena tergantung hasil analisis kami terhadap masing-masing produk. Tiap pelaku usaha nanti akan berbeda pendekatannya, itulah pentingnya range harga tadi itu, jadi tidak tunggal," tuturnya.
Direktur Utama Lembaga Pemeriksa Halal dan Kajian Halal Thoyyiban (LPH-KHT) PP Muhammadiyah, Nadratuzzaman Hosen menuturkan, banyak pelaku usaha khususnya makanan dan minuman (mamin) yang mulai menanyakan mekanisme sertifikasi halal. Kebanyakan bertanya soal tarif untuk menyertifikasi halal.
"Pertanyaan mereka lebih concern pada biaya, berapa biayanya, ini belum bisa dijawab, karena kita belum tahu ketentuan dari Kementerian Keuangan, setahu saya belum ada," tutur mantan Direktur LPPOM MUI itu.
Selain soal tarif sertifikasi halal, para pelaku usaha juga menanyakan soal apa saja persyaratannya dan dokumen apa yang perlu disiapkan sehingga mereka bisa menyiapkan berkas terkait bahan bakunya. "Kemudian kita arahkan supaya ke BPJPH (Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal) langsung untuk konsultasi," ujarnya.
Nadratuzzaman juga mengatakan, sejauh ini, ada sekitar 50 pengusaha yang datang ke 15 Halal Center di perguruan tinggi Muhammadiyah yang tersebar di banyak daerah. Mereka datang untuk berkonsultasi terkait sertifikasi halal.
"Ada juga sekiar 30 orang yang menghubungi saya pribadi sejak dua pekan terakhir. Mereka juga minta dibimbing, lalu kita arahkan ke kampus-kampus Muhammadiyah untuk konsultasi," paparnya.
Pengusaha yang ingin konsultasi itu, lanjut Nadratuzzaman, memiliki usaha makanan maupun minuman di sekitar kampus Muhammadiyah. Misalnya di Universitas Muhammadiyah Malang, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, dan Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta. "Dan Halal Center kami sudah berhubungan juga dengan membina kantin-kantin dan restoran di sekitar kampus," jelasnya.