Senin 14 Oct 2019 16:26 WIB

Mata Rantai Guru Mutlak Diperlukan dalam Belajar Agama

Sanad atau mata rantai guru diperlukan untuk penguatan ilmu.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Nashih Nashrullah
Suasana Pesantren Ramadhan (ilustrasi).
Foto: Antara/Syaiful Arif
Suasana Pesantren Ramadhan (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Belajar mengaji ke ulama yang memiliki sanad (mata rantai guru) keilmuan adalah hal mutlak yang diperlukan pada era disrupsi sekarang ini. Sebab akan berbahaya jika mengaji ke orang yang tidak punya sanad keilmuan yang jelas.

Wakil Sekretaris Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Misbahul Munir mengatakan di era digital ini banyak orang yang berbicara tentang agama di media sosial. Menurutnya media sosial sama seperti pengeras suara, yakni sebuah alat untuk menyampaikan pesan ke masyarakat.   

Baca Juga

"Persoalannya yang menyampaikan (ilmu agama di media sosial) ini harus punya sanad yang jelas, dari mana dia (belajar agama)," kata Kiai Misbahul, sebagaimana dikutip dari arsip Harian Republika, Senin (14/11).   

Dia mengatakan, pentingnya mengaji ke ulama yang memiliki sanad keilmuan. Karena dalam mencari ilmu seseorang harus memperhatikan silsilah keilmuan atau sanadnya. Sehingga jika dirunut sumber ilmunya sampai pada Rasulullah SAW.   

Kiai Misbahul menjelaskan, jika ada ulama menyampaikan belajar agama dari Nahdlatul Ulama (NU), pesantren NU dan Muhammadiyah maka sanad keilmuannya jelas. Bisa juga ulama yang berbasis ormas Islam dan mempelajari kitab tertentu sehingga sanad keilmuannya jelas.  

"Kalau tidak memiliki sanad, orang sembarangan berbicara, jadi (orang yang mengajari ilmu agama) harus bersambung (sanad keilmuannya) siapa yang mengajarinya dan gurunya siapa," ujarnya.  

Wakil Ketua Lembaga Dakwah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LD PBNU) itu mengingatkan, bahaya kalau mengaji kepada orang yang sanadnya tidak jelas. Bahkan ada orang yang saat ditanya ilmunya didapat dari mana tapi malah menyembunyikannya. 

"Saat ditanya ilmunya didapat dari mana kadang-kadang ada orang yang menyembunyikannya dengan mengatakan oh kembali kepada Alquran dan hadis padahal ternyata (jamaah) didorong kepada kelompoknya," ujarnya. 

Kiai Misbahul mengaku bahwa dirinya juga menjadikan Alquran dan hadis sebagai sumber rujukan. Tapi Alquran dan hadis tersebut diajarkan lewat ulama. Misalnya belajar ilmu tauhid dari ulama besar Imam Asy'ari. 

Belajar ilmu fikih dari Imam Syafi'i, Imam Hanbali, dan Imam Maliki. Belajar akhlak dari Imam al-Ghazali. "Saya menyebut ulamanya jelas (sumber ilmunya jelas dari ulama terpercaya, red)," ujarnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement