Sabtu 12 Oct 2019 20:40 WIB

Dai 3T Bukan Guru Agama Biasa

Penyebaran dai masih belum merata dan butuh perhatian pemerintah.

Ilustrasi Dai
Foto: Foto : MgRol112
Ilustrasi Dai

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Keberadaan dai di wilayah pedalaman dan 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal) masih amat dibutuhkan. Mereka menjadi oase bagi masyarakat di padang gersang. Ketua Lembaga Dakwah Khusus PP Muhammadiyah, Muhammad Ziyad dalam wawancaranya bersama wartawan Republika, Zahrotul Oktaviani menganggap peran mereka tak sebatas guru agama.

Berikut kutipan wawancaranya:

Apakah keberadaan dai untuk wilayah pedalaman sudah merata? 

Kalau dai di pedalaman, tentu melihat wilayah 3T Indonesia yang sangat luas ini belum semuanya ter sentuh. Untuk Muhammadiyah sendiri, kami mengirimkan dai ini untuk wilayah-wilayah perwakilan. Jadi, satu kabupaten yang seharusnya misal perlu 10 sampai 20 dai, kami hanya bisa mengirimkan 4 dai.

Jadi, sesungguhnya perbandingannya masih jauh. Nah, ini belum radius antarkecamatan itu berbeda dengan di Jawa. Jaraknya bisa 50- 70 km. Jalannya juga belum rapi dan mulus. Intinya dai di Indonesia itu belum merata dan perlu perhatian pemerintah.

Apa manfaat dari keberadaan dai di wilayah 3T?

Saya melihat dai-dai ini sebagai jangkar yang merekatkan persatuan dan kesatuan bangsa. Merekalah yang menebar kebinekaan, menebar optimisme, para dai-dai ini juga yang mencerahkan kehidupan berbangsa. Sekaligus mereka juga bisa sebagai penjaga perbatasan. Hal-hal ini seringnya luput dari perhatian pemerintah, dalam hal ini Kementerian Agama.

Apa tantangan yang dihadapi?

Tantangannya sangat berat. Pertama, kondisi masyarakat yang pengetahuannya masih sangat terba tas. Itukan tidak mudah. Dengan pe ngetahuan yang terbatas, lalu di beri pengetahuan.

Tantangan kedua dari perilaku atau kebiasaan hidup mereka. Misal, hidup bersih, bagaimana membuat toilet. Tidak mudah mengajarkan mereka agar tidak buang air sembarangan. Selain itu, mengajarkan mereka untuk membersihkan diri, mandi, gosok gigi. Bagi mereka perilaku ini bukan hal yang biasa dan termasuk barang mahal.

Ini baru tantangan dari segi fisik. Sementara itu, dai ini juga mengemban amanat UUD, mencerdaskan ke hidupan bangsa. Dai kita di sana seperti mewakili negara. Mengajar kan mereka baca, tulis, mengeja ba caan. Mereka bukan hanya mengajarkan mengaji, tapi juga pengeta huan mereka ditata dan memba ngun kesadaran akan pendidikan. 

Apakah peran dai di pedalaman memang untuk menyebar agama? 

Bukan. Menyebarkan agama itu nomor kesekian. Yang pertama ada lah mengajarkan kerukunan, kerja sama, bergotong royong, berkeluarga. Lalu, diajarkan hal-hal dasar membersihkan diri, mengolah hasil alam yang ada.

Seperti yang saya sebutkan sebelumnya. Baru kebiasaan-kebiasaan ibadah seperti shalat mengaji itu dicontohkan dan dike nal kan. Di ujung perjalanan baru pen jelasan tentang agama.

Dari Muhammadiyah, apa bekal yang diberikan kepada para dai? 

PP Muhammadiyah melakukan kerja sama dengan Universitas Muhammadiyah, baik dari fakultas aga ma, pendidikan, maupun perta ni an dan kedokteran. Mereka biasa nya dalam perkuliahan disisipkan materi dalam perkuliahan mereka seputar kegiatan mengabdi di pedalaman.

Dosen-dosen mengajarkan aspek itu dan saya sendiri juga turun dalam beberapa semester membahas tentang peta pengembangan dak wah daerah 3T dan tantangannya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement