REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Suara jangkrik menyertai kumandang azan Subuh di Dusun Melempo, Desa Obel-Obel, Lombok Timur. Lebih dari 15 warga berbondongbondong datang ke masjid untuk shalat Subuh berjamaah. Setelah iqamah dilafazkan, Awaluddin Arika mulai memimpin shalat. Para jamaah mengikuti bacaan serta gerakan imam muda itu dengan khusyuk.
Usai doa bersama, sebagian jamaah tak langsung meninggalkan masjid. Beberapa bocah terlihat membuat barisan memanjang ke belakang di depan sang ustaz. Me reka hendak murajaah atau mengulang kembali hafalan Alqurannya. Ustaz Awaluddin dibantu dua warga lainnya agar prosesi itu berjalan maksimal. Awaluddin pun bisa berfokus mendengarkan sekaligus memperbaiki hafalan para santri.
Sudah setahun lebih rutinitas itu ber lang sung. Awaluddin datang bersama PP PA Darul Quran (Daqu) pascagempa bumi besar yang meluluhlantakkan seluruh ba ngunan di Melempo. Untuk membang kitkan warga kampung, laznas yang didirikan Ustaz Yusuf Mansur itu berkomitmen menjadikan Melempo sebagai Kampung Quran.
PPPA Daqu menginginkan agar kampung yang terletak di kaki Gunung Rinjani itu melahirkan banyak penghafal Alquran. Untuk mengasah kemampuan mereka, Ustaz Awaluddin menghelat pengajian dan murajaah setelah shalat Zhuhur, Ashar, Magrib, serta Isya berjamaah di masjid. Hafalan anak-anak itu pun terus meningkat. Ada yang sudah hafal satu hingga tiga juz.
Ustaz Awaluddin mengaku tak mudah membangun Melempo menjadi Kampung Quran. Banyak rintangan yang harus dilewati. "Salah satunya menghadapi masyarakat yang secara pendidikan kurang. Jadi bagaimana memberikan pemahaman sekaligus meyakinkan mereka supaya mau bekerja sama," tutur dia saat berbincang dengan Republika usai mengimami shalat Ashar di Melempo.
Pria kelahiran 1993 itu mengaku datang pertama kali ke dusun ini pada Agustus 2018 lalu. Awalnya hampir semua masya ra kat menerima karena mereka membawa bantuan. Beberapa bulan berjalan, banyak warga yang tidak senang. Keberadaan ustaz itu dianggap menghambat aktivitas penduduk.
Tak pantang menyerah, Ustaz Awa luddin berusaha tetap bertahan. Dia iba melihat banyak warga, khususnya anakanak di sana belum bisa membaca. Apalagi, mereka masih dalam kondisi trauma pascabencana.
"Pas saya baru datang, anakanak kelihatan murung di tenda peng ungsian sambil melihat rumah-rumah mereka hancur. Maka, yang pertama saya lakukan yaitu trauma healing, menghibur masyarakat, mengembalikan senyum mereka," kata Ustaz Awaluddin.
Pria asal Sulawesi Tenggara itu rutin bersilahturahim ke tenda-tenda pengungsian warga seraya mencari solusi demi pembangunan desa. Dua bulan kemudian, ia mulai menjalankan program pendidikan dan hafalan Alquran, baik ke anak-anak, maupun ke bapak-bapak, serta ibu-ibu. Ustaz Awaluddin bersyukur, banyak perubahan yang terjadi. Di antaranya kini, para warga sudah rajin shalat berjamaah di masjid. Banyak kaum perempuan juga mulai menutup aurat.