REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Ustaz Hasan Basri Tanjung
Suatu hari, Lukman al-Hakim menasihati anaknya. "Wahai anakku, ada tiga hal yang tak bisa diketahui, melainkan dalam tiga keadaan. Pertama, seorang yang bijak tidak dapat diketahui kecuali pada saat marah. Kedua, seorang pemberani tidak dapat diketahui kecuali pada saat perang. Ketiga, seorang saudara tidak dapat diketahui kecuali pada saat dibutuhkan." (Adil Al-Ghiryani, Hikmah Lukman al-Hakim, 2015).
Petuah yang menghujam kalbu tersebut membekali kita untuk mengetahui dengan baik pribadi seseorang, yakni pertama, seorang akan terlihat kearifannya ketika dalam keadaan marah.
Pada saat marah akan muncul sifat atau karakter asli yang selama ini tertutupi. Walau marah, ia mampu mengendalikan diri sehingga tampaklah kebijakannya. Ia sanggup menahan amarah, lalu memaafkan dan bersikap baik, (QS 3:134).
Kedua, seorang akan terlihat keberaniannya ketika berada di medan psertempuran. Banyak orang mengaku berani, tetapi tidak siap menempuh jalan perjuangan seperti membangun kemajuan umat yang penuh tantangan. Keberanian bukan pada ucapan, melainkan pada sikap dan perbuatan. Orang yang banyak bicara, tapi tak mau berkor ban adalah penakut (pengecut). Nabi SAW pun menyu ruh kita berdoa agar terhindar dari hal tersebut, (HR Bukhari).
Ketiga, seorang akan terlihat rasa persaudaraannya ketika kita dalam kesusahan. Sewaktu berjaya akan banyak orang yang mengaku saudara atau kerabat. Namun, pada saat susah atau jatuh miskin, mereka pergi dan tak peduli. Namun, orang yang tetap menolong agar kita bisa bangkit dari kejatuhan atau membersamai dalam kesulitan, mereka itulah saudara yang sebenarnya, (HR Ahmad).
Demikianlah nasihat sang pendidik teladan dengan bahasa dan sikap yang santun untuk menanam nilai-nilai keimanan dan keadaban. Petuah nan menghujam itu lahir dari sang ayah yang dikaruniai hikmah, (QS 31:12). Sapaan "wahai anakku" atau "wahai anak-anakku" ditemukan 9 ayat dalam Alquran.
Ungkapan yang memiliki makna dan konteks berbeda itu merupakan prinsip pendidikan Islami dalam keluarga. Seperti penanaman akidah tauhid, menjalankan ibadah, amar makruf nahi mungkar, cerdas menyikapi situasi dan mengatasi kesulitan, serta merangkul anak yang salah memilih jalan. Ucapan, sikap, dan tindakan tersebut menggambarkan sosok ayah sekaligus pendidik teladan yang tulus, tangguh, sabar, dan hangat dalam mendidik anak-anaknya.
Sebagai orang tua kita harus terus menjaga integritas diri agar patut memberi petuah kepada anak-anak. Insya Allah, dengan nasihat yang tulus akan lahir anak-anak yang bijak, pemberani, dan penyayang di masa depan, aamiin. Allahua'lam bish-shawab. ¦