REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Masjid berperan penting untuk menjadi contoh sebagai organisasi yang menerapkan transparansi dan akuntabilitas dalam pelaporan transaksi keuangan. Tidak ada alasan bahwa pengelolaan keuangan masjid dilakukan secara serampangan.
"Di era teknologi digital saat ini, memudahkan kita para pengurus masjid mencatatkan pelaporan keuangan masjidnya secara transparan dan akuntabel," kata Pendiri Institut Akuntansi Masjid (IAM) Absar Jannatin saat mengisi acara Sosialiasi Pengembangan Ekonomi Masjid, di Hotel The Sahira, Bogor, Sabtu (5/10).
Selain Absar, pada seminar bertemakan "Menjadikan Masjid Sebagai Pusat Ekonomi Umat" yang diadakan Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) ini juga menghadirkan pembicara Ketua Dewan Syuro Takmir Masjid Jogokariyan Ustaz Muhammad Jazir, Ketua Dewan Syuro Masjid Suciati Saliman Ustaz Rendy Saputra, dan Wakil Pemred Republika Nur Hasan Murtiaji.
Absar mengungkapkan, pencatatan keuangan masjid harus didokumentasikan dengan baik. Aliran keuangan di masjid mesti tercatat secara tertib. Apalagi, ungkapnya, perintah untuk mendokumentasikan laporan keuangan terdapat dalam Alquran QS Albaqarah [2]: 282. "Tidak ada istilah lagi pengurus masjid abai terhadap pencatatan keuangan masjidnya," ucap Absar.
Selama ini, kata Absar, ada anggapan bahwa entitas keagamaan, termasuk masjid, tidak memerlukan transparansi dan akuntabilitas. Hanya diminta untuk percaya pada pengurus masjid. "Ini harus kita ubah. Masjid harus menjadi pionir yang menunjukkan transparansi dan akutanbilitas kepada jamaahnya," jelas alumnus STAN ini
Transparansi dan akuntabilitas keuangan masjid akan menumbuhkan trust kepada masjid dan pengurusnya. Semakin tumbuh kepercayaan kepada masjid, maka partisipasi jamaah kepada masjid menjadi makin besar.
Menurut Absar, salah satu cara menumbuhkan transparansi dan akuntabilitas masjid adalah dengan pengelolaan keuangan secara profesional. "Salah satu pilarnya adalah dengan membangun sistem pelaporan keuangan yang baik," ujar Absar.
Sistem pelaporan keuangan masjid juga harus memenuhi standar akuntansi yang layak. Namun, di era nirkertas seperti kekinian, papar Absar, pencatatan keuangan mesti bisa diakses di mana saja, harus terkoneksi dan terintegrasi. "Sebab tidak ada profesionalisme tanpa akuntabilitas dan tidak ada akuntabilitas tanpa sistem," kata Absar.
Para era kiwari ketika teknologi digital mewarnai semua relung kehidupan, kata Nur Hasan, peran masjid juga mesti mengikuti. "Masjid harus berperan tidak hanya sebagai pusat peribadatan maupun pusat penggalangan dana, tapi masjid juga memerankan diri sebagai pusat informasi," katanya.
Setiap masjid sudah semestinya memiliki tim komunikasi dan informasi. Mereka bisa bertugas untuk mendokumentasikan kegiatan dan aktivitas masjid. "Sekaligus menyebarkan informasi tersebut, setidaknya kepada para jamaah sendiri."
Direktur KNKS Ahmad Juwaini menyatakan, sebagai lembaga yang berfungsi mempercepat pengembangan ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia, memiliki berbagai program strategis. "Program itu di antaranya dalam rangka mempercepat pengembangan ekonomi masjid di Indonesia," kata Ahmad saat membuka acara.
Ke depannya, ujar Ahmad, masjid diharapkan menjadi cikal bakal perekonomian dan peradaban umat. "Oleh karena itu, kami dari KNKS melihat penting untuk membangun ekonomi masjid, bisa berupa pengembangan BMT dan fintech di dalam masjid," ujarnya.
Deputi Direktur Keuangan Mikro Syariah KNKS Bagus Aryo menambahkan, acara ini merupakan salah satu upaya untuk membangun ekonomi masjid dengan memastikan keuangan masjid itu transparan dan akuntabel sehingga potensi masjid bisa terlihat. Sebab, terbangunnya ekonomi umat dimulai dari adanya transparansi dan terbangunnya jaringan kerja. "Sehingga masjid bisa bersatu untuk mengembangkan ekonomi syariah," kata Bagus.