REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — “Fisikawan terbesar sepanjang sejarah.’’ Begitulah Charles C Jilispe, editor Dictionary of Scientific Bibliography menjuluki saintis Muslim, al-Khazini. Para sejarawan sains menempatkan saintis kelahiran Bizantium alias Yunani itu dalam posisi yang sangat terhormat.
Betapa tidak, ilmuwan Muslim yang berjaya di abad ke-12 M—tepatnya 1115-1130 M—itu telah memberi kontribusi yang sangat besar bagi perkembangan sains modern, terutama dalam fisika dan astronomi. Al-Khzini merupakan saintis Muslim serbabisa yang menguasai astronomi, fisika, biologi, kimia, matematika, serta filsafat.
Sederet buah pikir yang dicetuskannya tetap abadi sepanjang zaman. Al-Khazini merupakan ilmuwan yang mencetuskan beragam teori penting dalam sains, seperti metode ilmiah eksperimental dalam mekanik; energi potensial gra vitasi; perbedaan daya, masa dan berat; serta jarak gravitasi.
“Teori keseimbangan hidrostatis yang dicetuskannya telah mendorong penciptaan peralatan ilmiah. Al-Khazini adlah salah seorang saintis terbesar sepanjang masa,’’ ung kap Robert E Hall (1973) dalam tulisannya berjudul Al-Khazini yang dimuat dalam A Dictionary of Scientific Biography Volume VII.
Sejatinya, al-Khazini bernama lengkap Abdurrahman al-Khazini. Menurut Irving M Klotz, dalam tulisannya bertajuk Multicultural Perspectives in Science Education: One Prescrip tion for Failure, sang ilmuwan hidup di abad ke-12 M. ‘’Dia berasal dari Bizantium atau Yunani,’’ tutur Klotz. Al-Khazini menjadi budak Dinasti Seljuk Turki, setelah kerajaan Islam itu menaklukkan wilayah kekuasaan Kaisar Konstantinopel, Romanus IV Diogenes.
Al-Khazini kemudian dibawa ke Merv, sebuah kota metropolitan terkemuka pada abad ke-12 M. Merv berada di Persia dan kini Turkmenistan. Sebagai seorang budak, nasib al-Kha zini sungguh beruntung. Oleh tuannya yang bernama al-Khazin, ia diberi pendidikan yang sangat baik. Ia diajarkan matematika dan filsafat.
Tak cuma itu, al-Khazini juga dikirimkan untuk belajar pada seorang ilmuwan dan penyair agung dari Persia bernama Omar Khayyam. Dari sang guru, dia mem pelajari sastra, metematika, astronomi, dan filsafat. Menurut Boris Rosenfeld (1994) dalam bukunya Abu’l-Fath Abd al- Rahman al-Khazini, saat itu Omar Khayyam juga menetap di Kota Merv.
Berbekal otak yang encer, al-Khazini kemudian menjelma menjadi seorang ilmuwan ber pe ngaruh. Ia menjadi seorang matematikus terpandang yang langsung berada di bawah perlindungan Sultan Ahmed Sanjar, penguasa Di nasti Seljuk. Sayangnya, kisah dan perjalanan hidup al-Khazini tak banyak terekam dalam buku-buku sejarah.
Zaimeche PhD (2005) dalam bukunya berjudul Merv menuturkan, al-Khazini adalah seorang ilmuwan yang bersahaja. Meski kepandaiannya sangat dikagumi dan berpengaruh, ia tak silau dengan kekayaan. Menurut Zaimeche, al-Khazini sempat menolak dan mengembalikan hadiah sebesar seribu keping emas (dinar) dari seorang istri Emir Seljuk.
‘’Ia hanya merasa cukup dengan uang tiga dinar dalam setahun,’’ papar Zaimeche. Para sejarawan sains mengungkapkan, pemikiran-pemikiran al-Khazini sangat dipengaruhi oleh sejumlah ilmuwan besar, seperti Aristoteles, Archimedes, Al-Quhi, Ibnu Haitham atau Alhacen, al-Biruni, serta Omar Khayyam. Selain itu, pemikiran al-Khazini juga sangat berpengaruh bagi pengembangan sains di dunia Barat dan Islam. Salah satu ilmuwan Barat yang banyak terpengaruh al- Khazini adalah Gregory Choniades—astronom Yunani yang meninggal pada abad ke-13 M.