Kamis 03 Oct 2019 18:43 WIB

Peneliti Ungkap Koreksi Ayat Jihad yang Kerap Disalahpahami

Ayat jihad kerap disalahartikan sebagai legitimasi terorisme.

Rep: Umar Muchtar / Red: Nashih Nashrullah
Membaca Alquran (Ilustrasi)
Foto: Republika TV
Membaca Alquran (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Dosen UIN Sunan Ampel Surabaya, yang juga peneliti Maqasid Center, Dr Holilur Rohman, menjelaskan soal ayat perang yang sering disalahgunakan sebagai rujukan untuk melakukan tindakan terorisme. 

Ayat yang dia paparkan adalah surah at-Taubah ayat 5. Secara tekstual, ayat tersebut memerintahkan untuk membunuh orang-orang musyrik yang di dalamnya dapat termasuk kalangan non-Muslim. 

Baca Juga

Rohman mengatakan ada banyak pendekatan untuk mengurangi terorisme. Salah satunya adalah mereinterpretasi konsep jihad, atau melakukan kontranarasi terhadap konsep tersebut. 

Dalam kesempatan ini, dia mengajak para pemuda mencari jawaban secara komprehensif dan bukan melalui media sosial, agar terhindar dari doktrin jihad yang keliru.  

Meski Rohman mengakui, pemuda sekarang terbiasa mencari solusi lewat google, youtube atau medsos lain. "Sekarang saya mengkaji ayat ini dalam kajian maqashid al-syar'iyyah. Dan seharusnya mempelajari atau membaca teks itu dengan munasabah ayat sebagaimana ada dalam ilmu tafsir," tuturnya.

Munasabah ayat, yakni metode pengkajian Alquran yang menghubungkan antara satu ayat dengan ayat lain, atau satu ayat dengan suatu hadis. 

Rohman menjelaskan, ayat dalam Alquran yang membahas soal sejarah, akhlak, tauhid dan apapun itu merupakan satu-kesatuan. "Jadi yang dimaksud munasabah itu bukan hanya ayat hukum saja, tetapi juga hubungannya antara ayat hukum, ayat tauhid, dan ayat akhlak. Semua menyatu menjadi sumber hukum," ucap dia.  

Karena itu, menurut Rohman, ayat 5 surah at-Taubah merupakan bagian kecil dari ayat Alquran. Justru ayat tentang perdamaian lebih banyak ketimbang ayat yang membahas jihad.  

"Sehingga kalau saya simpulkan melalui satu teori saja, penafsiran maqashid terhadap Alquran, bahwa ayat perdamaian seharusnya diterapkan dalam kondisi normal. Sedangkan ayat jihad berdasarkan kajian Maqasid dan Asbabun Nuzul-nya itu adalah ayat yang sifatnya spesifik dalam hal tertentu saja," paparnya.

Dengan begitu, kata dia, ayat spesifik tidak bisa menjadi ayat yang general, begitu juga sebaliknya.  Seharusnya, ayat general tentang perdamaian itulah yang harus diberlakukan dalam konteks umum termasuk di Indonesia, sedangkan ayat jihad dilakukan dalam konteks yang yang spesifik. 

Rohman juga menelaah soal jihad dengan melakukan kajian sunah berbasis maqashid, atau maqashid sunah. Kajian tersebut dilakukan terhadap hadis-hadis yang spesifik yang berkaitan dengan memerangi manusia sampai masuk Islam. 

Dia mengatakan, semua sunah Rasulullah tidak dalam satu posisi. Artinya, ada konteks yang menyertainya.  Ada banyak jenis hadis dan ada banyak posisi Rasulullah ketika menyampaikan wahyu. 

“Ada posisi Rasulullah sebagai komandan perang, nabi, pemimpin, dan sebagai pemberi nasihat atau bahkan sebagai manusia biasa," ucap dia.  

Karena itu pula, lanjut Rohman, hadis-hadis tentang jihad disampaikan saat Rasulullah dalam posisi sebagai komandan perang, bukan lainnya. Hadis itu spesifik hanya dalam kasus ketika terjadi peperangan atau ketika ada musuh yang mau menyerang.

Hal itu dibuktikan dalam kitab syarah (penjelasan) Shahih al-Bukhari karya Ibnu Hajar al-Asqalani, yaitu Fath al-Bari. Al-Asqalani menjelaskan hadis-hadis perang merupakan penafsiran terhadap ayat 5 surah at-Taubah.

Ayat yang menjelaskan peperangan seperti pada surah at-Taubah ayat 5 dan hadis-hadis yang memerintah memerangi kaum musyrik sampai masuk Islam adalah ayat dan hadis yang bertujuan secara spesifik, yang dalam kajian maqashid disebut sebagai maqashid juz'iyyah.

"Jadi enggak bisa digeneralisasikan, tetapi berlaku ketika dalam posisi perang, ketika Rasulullah sebagai komandan perang, enggak bisa diberlakukan sebagai umum," lanjutnya.

Sementara, tambah Rohman, ayat tentang perdamaian dalam Alquran itu dikategorisasi sebagai maqashid ammah karena kemaslahatannya berlaku secara umum untuk seluruh umat manusia baik Muslim maupun non-Muslim dan berlaku pada situasi dan kondisi normal.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement