Selasa 01 Oct 2019 10:45 WIB

Menara Merpati: Dari Kotoran Jadi Sumber Pangan

Rata-rata satu merpati menghasilkan 2.750 gram kotoran kering per tahun.

Menara Merpati Masjid Katara
Foto: katara.net
Menara Merpati Masjid Katara

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Mengenai menara merpati, penelitian menyimpulkan, rupanya menara ini dibuat untuk mengumpulkan kotoran merpati, yang memiliki kandungan nitrogen tinggi. Kandungan nitrogen yang tinggi pada kotoran merpati sangat baik bagi tanah Isfahan yang kekurangan nitrogen. Kotoran merpati juga kaya fosfor yang berfungsi menyuburkan pohon buah-buahan, seperti mentimun dan melon yang banyak tumbuh di Isfahan.

Saat kotoran merpati dicampur dengan tanah dan abu, maka akan menghasilkan kombinasi dari nitrogen, fosfor, dan kalium yang serupa dengan pupuk modern. Jika 900 gram pupuk merpati ini diberikan pada satu pohon per tahun, akan mampu meningkatkan hasil panen hingga 50 persen.

Dengan perhitungan kasar, menara merpati besar pada waktu itu berisi 5.000 hingga 7.000 lubang merpati. Rata-rata satu merpati menghasilkan 2.750 gram kotoran kering per tahun, yang berarti satu menara dapat mengumpulkan sekitar 16.500 kilogram pupuk berkualitas tinggi per tahunnya.

Dalam kondisi yang optimal, menara semacam itu dapat menyediakan pupuk yang cukup untuk lebih dari 18 ribu pohon buah-buahan atau hampir 10 hektare lahan pertanian. Karena itu, tak berlebihan jika dikatakan menara merpati menjadi sumber pen da patan yang sangat berharga bagi desa atau individu yang membangun dan me meliharanya. Meningkatnya hasil panen dan kualitas pertanian, secara otomatis membantu meningkatkan sumber pangan seluruh warga Isfahan, yang saat itu berjumlah sekitar 500 ribu jiwa.

Bukan hanya untuk pertanian, ko tor an merpati juga dimanfaatkan oleh pa ra pengrajin kulit di Isfahan. Kotoran mer pati dimanfaatkan sebagai pelem but, yang merupakan tahap terakhir sebelum proses penyamakan yang sesungguhnya.

Tak hanya itu, kandungan kalium nitrat dalam kotoran merpati juga merupakan bahan penting dalam pembuatan bubuk mesiu. Kala itu, pasukan Shah tidak memiliki sumber kalium nitrat alami, sehingga mengandalkan campuran kotoran merpati, abu, kapur, dan tanah untuk membuat bubuk mesiu.

Proses pembuatan bubuk mesiu baru dikenal secara luas di Timur Tengah pada tahun 1280, ketika Hasan al-Rammah, seorang warga Suriah, menyediakan 107 resep bubuk mesiu dan menjelaskan cara memurnikan sendawa garam dalam kitab Al- Furusiyyah w 'al-Manasib al-Harbiyya.

Hadirnya bahan kimia modern dalam produksi pupuk, bubuk mesiu, dan penyamakan kulit membuat penggunaan kotoran merpati mulai ditinggalkan, begitu juga menara merpati.

Saat ini, mungkin hanya 250 atau 300 menara yang tersisa di Isfahan dan sekitarnya. Keberadaannya yang semakin terlupakan, membuat kondisi menara semakin tidak terurus dan memburuk. Beruntung masih ada 65 menara merpati yang masuk dalam Daftar Warisan Nasional. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement