Kamis 26 Sep 2019 06:30 WIB

Usulan RMI NU untuk Peraturan Teknis UU Pesantren

RMI NU menyarankan agar badan Majelis Masyayikh tidak berada di bawah Kemenag.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Agung Sasongko
Pesantren
Foto: Arief Priyoko/Antara
Pesantren

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pimpinan Pusat Rabithah Ma'ahid Al Islamiyah (RMI) Nahdlatul Ulama (NU) mengingatkan pentingnya pembentukan Majelis Masyayikh sebagai pelaksana teknis UU Pesantren.

Ketua PP RMI NU, KH Abdul Ghaffar Rozin mengatakan, UU Pesantren mengamanatkan agar dibuat peraturan pemerintah (PP) dan peraturan menteri agama (PMA). UU Pesantren juga mengamanatkan untuk membuat dana abadi pesantren, sehingga harus ada PP untuk mengaturnya.

Baca Juga

"Peraturan yang lebih teknis lagi ada di Kementerian Agama, itu aturan soal UU Pesantren ini mengamanatkan pembentukan organ baru yang namanya Majelis Masyayikh," kata KH Rozin kepada Republika, Rabu (25/9).

Majelis Masyayikh adalah sebuah lembaga yang akan memiliki peran sentral untuk mengelola mutu pesantren-pesantren di Indonesia. Termasuk mengelola standar guru-guru di pesantren.

Menurutnya, Majelis Masyayikh sebaiknya dipilih oleh pesantren-pesantren dan disahkan oleh Kementerian Agama (Kemenag). RMI NU menyarankan agar lembaga atau badan Majelis Masyayikh tidak berada di bawah Kemenag tapi pengurus dan lembaganya disahkan Kemenag.

RMI NU juga mengusulkan peran serta kedudukan pemerintah dan pesantren-pesantren bersifat kemitraan. Artinya pesantren-pesantren tetap mandiri karena tidak berada di bawah Kemenag.

"Hal ini harus diatur sedemikan rupa (dalam aturan teknis) supaya pemerintah tidak kehilangan otoritas, sementara pesantren-pesantren tetap tidak kehilangan independennya dalam pengelolaan internal," ujarnya.

KH Rozin menjelaskan alasannya mengapa pemerintah harus tetap menjaga kemandirian pesantren. Sebab pola pendidikan pesantren tidak sama dengan pendidikan sekolah umum yang ada di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).

Dia juga menyampaikan ada sekitar 23.300 pesantren yang berada di bawah naungan RMI NU. Rata-rata semua pesantren itu belum tersentuh APBN karena selama ini secara mandiri mendirikan dan mengelola pesantren.

"Sehingga ada sekitar 60 persen sampai 70 persen pesantren (di RMI NU yang) infrastrukturnya belum memenuhi standar infrastruktur dasar," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement