Selasa 24 Sep 2019 08:50 WIB

Kisah KH Hasyim Asyari Dirikan Tebuireng di Kawasan Preman

Pesantren Tebuireng didirikan di kawasan preman.

Rep: Muhyiddin/ Red: Nashih Nashrullah
Santri memaknai kitab kuning di masjid Pesantren Tebuireng Jombang, Jawa Timur, Ahad (17/2/2019).
Foto: Antara/Syaiful Arif
Santri memaknai kitab kuning di masjid Pesantren Tebuireng Jombang, Jawa Timur, Ahad (17/2/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pondok Pesantren Tebuireng Jombang merupakan salah satu pondok pesantren tertua di Indonesia dan telah banyak melahirkan para pejuang agama dan negara di bumi nusantara. Didirikan sejak 3 Agustus 1899, Pesantren Tebuireng kini telah menapaki usianya yang ke-120 tahun.

Pendiri Nahdlatul Ulama (NU), KH Hasyim Asy’ari mendirikan pesantren ini bertepatan pada 26 Rabi’ul Awal 1317 Hijriah. Saat itu, Mbah Hasyim baru pulang dari Makkah dan berkeinginan untuk membangun pesantren tidak jauh dari rumah orang tuanya di Tebuireng.

Baca Juga

Tebuireng merupakan sebuah pedukuhan yang termasuk wilayah administratif Desa Cukir, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, berada pada kilometer 8 dari kota Jombang ke arah selatan. Pedukuhan ini lah yang kemudian dijadikan nama pesantren yang didirikan Mbah Hasyim.

“Mbah Hasyim saat itu baru pulang dari Makkah, beliau ingin mendirikan pesantren tidak jauh dari rumah orang tuanya, kurang lebih 4 atau 5 kilometer. Beliau mendirkan itu pada 1899,” ujar Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng periode ke-7, KH. Salahuddin Wahid (Gus Sholah) kepada Republika.co.id, belum lama ini.  

 

Mbah Hasyim mendirikan pesantren di Tebuireng karena saat itu masyarakat memiliki ketergantungan terhadap pabrik-pabrik milik orang-orang asing, terutama pabrik gula. Pabrik-pabrik tersebut memunculkan ketidakadilan sosial, pemiskinan, dan berbagai macam kriminalitas.

Selain itu, gaya hidup masyarakat Tebuireng saat itu juga jauh dari nilai-nilai agama. Kondisi inilah yang membuat Mbah Hasyim merasa prihatin. Dengan adanya pesantren di Tebuireng, Mbah Hasyim berharap bisa mengubah keadaan masyarakat menjadi lebih baik.

Mbah Hasyim kemudian membeli sebidang tanah milik seorang dalang terkenal di Tebuireng. Awalnya, Mbah Hasyim mendirikan sebuah bangunan kecil yang terbuat dari anyaman bambu berukuran 6x8 meter. Bangunan sederhana itu disekat menjadi dua bagian.

Bagian belakang dijadikan tempat tinggal Mbah Hasyim bersama istrinya, Nyai Khadijah, sedangkan bagian depan dijadikan sebagai mushalla. Saat itu santrinya baru delapan orang, dan tiga bulan kemudian bertambah menjadi 28 orang.

Keahlian Hasyim Asy’ari dalam bidang hadis dan tafsir menjadi daya tarik utama pesantren yang dirintisnya itu. Pada 1910, santri Tebuireng terus bertambah menjadi 200 orang, dan sepuluh tahun kemudian meningkat sekitar 2.000 santri.

photo
Warga beraktivitas di areal Museum Islam Indonesia KH Hasyim Asy'ari di Tebuireng, Jombang, Jawa Timur, Senin (17/12/2018).

Pada awal abad ke-20, Pesantren Tebuireng memiliki pengaruh yang sangat penting di Indonesia, sehingga santri yang mondok di Tebuireng semakin bertambah banyak. Melalui pesantren ini, Kiai Hasyim Asy’ari banyak mencetak para ulama besar yang kemudian mendirikan pondok pesantren di daerahnya masing-masing.

“Dalam tempo cepat berkembang, sehingga kemudian banyak orang yang cerdas dari berbagai tempat belajar ke Mbah Hasyim. Dan mereka-mereka inilah yang kemudian muncul sebagai kiai-kiai,” ucap Gus Sholah.  

Berdasarkan data dari pemerintah Jepang pada 1942, jumlah santri dan ulama di Pulau Jawa sebanyak 25 ribu orang, yang mana semuanya itu pernah menyantri di Tebuireng. Di antara santri Tebuireng yang menjadi ulama besar adalah KH Wahab Hasbullah, KH Bisri Syansuri, KH Chudori, KH Abdul Karim, KH As’ad Syamsul Arifin, KH Maksum Ali, KH Adlan Ali, dan banyak lagi yang lainnya.

“Itu murid-muridnya Mbah Hasyim. Jadi itu orang-orang yang punya kemampuan tinggi, alim. Mereka ini yang kemudian mendirikan pesantren besar, bahkan lebih besar dari Tebuireng,” kata Gus Sholah.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement