REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rumi begitu melegenda berkat kedalaman ilmu dan kemampuannya dalam mengungkapkan perasaannya lewat puisi yang begitu indah
dan penuh mistis. Tak heran, jika David Fideler seorang doktor yang menerjemahkan karya Rumi berjudul Love’s Alchemy: Poems from the Sufi Tradition menilai kehebatan Rumi hanya dapat dibandingkan dengan Shakespeare.
‘’Namun, dibandingkan Shakespeare, Rumi lebih penting dalam sentuhan budaya,’‘ papar Fideler. ‘’Contohnya, Anda bisa menemukan puisi Rumi dalam lirik musik klasik Persia. Bahkan, puisinya juga hadir dalam musik pop Persia yang direkam saat ini.’‘ Menurut Fideler, meski telah tutup usia 750 tahun lalu, dia masih tetap menjadi bagian dari kebudayaan yang hidup di era milenium baru ini.
Hingga kini, buku-buku puisi Rumi, menurut Fideler, selalu menjadi best seller di Amerika Serikat. Lalu, apa yang membuat peradaban di setiap era kepincut dengan puisi-puisi Rumi? Menurut Fideler, kebanyakan orang mengaku mengagumi puisi-puisi Rumi karena kualitas puisinya begitu membahagiakan. Sebagian penulis anti-Islam kerap mengklaim bahwa Rumi bukanlah seorang Muslim.
Para penulis itu kerap mengutip puisi Rumi yang diterjemahkan oleh RA Nicholson dari Divani Shamsi Tabriz. Inilah puisi yang digunakan para anti-Islam untuk memalsukan akidah seorang Rumi: Bukan Kristen atau Yahudi atau Muslim. Bukan Hindu, Budha, sufi, atau zen. Bukan agama atau sistem budaya apa pun. Aku bukan dari Timur atau Barat. Bukan keluar dari samudra atau timbul dari darat. Bukan alami atau akhirat. Bukan dari unsur- unsur sama sekali. Aku bukan wujud, bukan entitas di dunia ini atau akhirat, bukan dari Adam atau Hawa atau cerita asal usul mana pun. Tempatku adalah ‘Tanpa Tempat’, jejak dari yang
‘Tanpa Jejak’. Bukan raga ataupun jiwa.
Dalam puisinya itu, Rumi seolaholah tak mengaku seorang Muslim. Betulkan tudingan itu?
Dr Ibrahim Gamard seorang psikolog yang juga seorang yang telah mempelajari sufisme selama 30 tahun membantah tudingan itu. Menurut dia, puisi yang diterjemahkan Nicholson itu tak berasal dari puisi Rumi yang asli. Dalam
sebuah puisinya yang asli, Rumi secara terang-terangan mengaku
sebagai pelayan Alquran sepanjang hayatnya.
Dia juga menyatakan diri sebagai pengikut Muhammad SAW. Atas dasar itulah, kata Gamard, Rumi adalah seorang Muslim yang taat. Penyair sufi yang terkenal itu tutup usia pada 17 September 1273. Dunia berduka ketika Rumi pergi untuk
selamanya. Meski begitu, Rumi masih tetap hidup dalam universalitas puisi-puisinya yang menaklukkan hati setiap insan.
Pada tahun 2007, UNESCO memperingati 800 tahun kelahiran Rumi. Tepat pada 30 September 2007, sekolah-sekolah di Iran membunyikan bel untuk menghormati sang ulama dan penyair sufi besar itu.