Ahad 22 Sep 2019 20:33 WIB

Mengenal Sosok KHR Asnawi Ulama Kharismatik Asal Kudus

Kajian mengenai Kiai Asnawi telah beberapa kali ditulis oleh para peneliti.

Rep: Muhyiddin/ Red: Agung Sasongko
Santri pondok pesantren (Ilustrasi)
Foto: Republika/ Wihdan Hidayat
Santri pondok pesantren (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA --KHR Asnawi merupakan ulama kharismatik asal Kudus, Jawa Tengah. Ia lahir di kampung Damaran, Kudus pada 1861 dan dibesarkan di lingkungan dan tradisi pesantren. Walaupun keturunan pedagang, minat Kiai Asnawi begitu besar terhadap ilmu-ilmu keislaman.

Kajian mengenai Kiai Asnawi telah beberapa kali ditulis oleh para peneliti. Namun, hanya ada satu karya yang secara khusus membahas kehidupan Kiai Asnawi, yakni buku berjudul Riwayat Hidup K.H.R. Asnawi Kudusyang ditulis oleh cucunya, KH Minan Zuhri.

Dalam buku itu dijelaskan bahwa Kiai Asnawi adalah putra pertama dari H Abdullah Husnin, seorang pedagang konveksi yang cukup besar di Kudus. Sedangkan, ibunya bernama R Sarbinah.

Dari silsilahnya, dia termasuk keturunan Sunan Kudus yang ke XIV dan keturunan ke V dari KH. Mutamakin, seorang Wali yang keramat di desa Kajen Margoyoso Kabupaten Pati yang hidup pada zaman Sultan Agung Mataram.

Nama asli Kiai Asnawi adalah Raden Ahmad Syamsi. Dia juga pernah menggunakan nama Raden Haji Ilyas ketika pertama kali berangkat haji. Nama inilah yang terkenal di Tanah Suci. Nama Asnawi baru diperoleh setelah menunaikan ibadah haji yang ketiga kalinya.

Sejak kecil, dia diasuh oleh orang tuanya dan diajari membaca Alquran. Setelah berumur 15 tahun, dia diajak oleh orang tuanya ke Tulungagung, Jawa Ti mur untuk mengaji sembari diajarkan berdagang. Pagi hari ia berdagang, sedangkan sore dan malam hari mengaji di Pondok Pesantren Mangunsari Tulung agung.

Kiai Asnawi pernah belajar di Makkah selama 22 tahun (1894-1916). Di sana, ia belajar pada beberapa guru, baik dari Jawa maupun Arab. Di antara gurunya adalah KH Saleh Darat dari Semarang, KH Mahfudz Termas, dan Sayyid Umar Shata.

Selama belajar di Makkah, dia tinggal di rumah Syekh Hamid Manan yang berasal dari Kudus. Saat tengah fokus belajar di Makkah ayah Kiai Asnawi wafat. Namun, kecintaan pada ilmu tidak menyurutkan niatnya untuk terus mengasah pengetahuan.

Asnawi muda dikenal sebagai pelajar yang kritis sehingga diangkat menjadi guru di Makkah. Di antara beberapa ulama penting Indonesia hasil didikannya adalah KH Bisri Syansuri dari Jombang, KH Abdul Wahab Hasbullah dari Jombang, KH Saleh dari Tayu, KH Mufid dari Kudus, KH A Mukhit dari Sidoarjo, dan KH Dahlan dari Pekalongan.

Ketika mengaji di Makkah, Kiai Asnawi menikah dengan Nyai Hj Hamdanah, mantan istri Syekh Nawawi alBantani. Dari pernikahan ini, Kiai Asnawi dikaruniai sembilan putra dan putri, yang diantaranya H Zuhri, Hj Azizah (istri KH Saleh, Tayu), dan Alawiyah (istri R Maskub Kudus).

Kiai Asnawi dikenal sebagai ulama yang mengajarkan paham ahlussunah wal jamaah (Aswaja) yang gigih. Ia melaku kan dakwah ke berbagai pelosok daerah di Kudus, Demak, Jepara, dan sekitarnya sehingga ia dekat dengan masyarakat.

Oleh karena itu, menjelang kelahiran Nahdlatul Ulama (NU) pada 31 Januari 1926, Kiai Asnawi bersama KH Bisri Syansuri ditunjuk menjadi perwakilan Komite Hijaz yang bertugas mengajukan protes atas tindakan-tindakan kaum Wahabi di Makkah.

Selain itu, Kiai Asnawi dikenal sebagai penulis yang produktif. Tercatat ia menulis beberapa karya penting baik dalam bentuk kitab maupun syair mengenai berbagai bidang ilmu, terutama Ilmu akidah, fikih, dan tasawuf yang masih menjadi rujukan dasar di berbagai pesantren hingga saat ini.

Kitab karya Kiai Asnawi di antaranya kitab Fashalatan, yaitu kitab fikih khu sus menerangkan permasalahan shalat. Beliau juga menulis kitab Mutaqad Seked, yaitu kitab tauhid khusus menerangkan teologi aswaja.

Selain itu, dia juga mengarang kitab Syariatul Islam lit Talimin Nisa wal Ghulam, yaitu kitab yang menerangkan tentang fikih untuk wanita dan anak-anak. Ada juga beberapa karya berupa syair, seperti Shalawat Asnawiyyah, Sha lawat Isra Miraj (Rajabiyyah), Shalawat Kemerdekaan, Syiir Nashihat, dan Dua un-Nikah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement