REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Hamdi
Sepeninggal dua orang figur yang begitu dicintai dan dihormatinya – yang kemudian dikenal dengan tahun duka cita ('aamul huzni) – Nabi Muhammad SAW mengganggap bahwa Kota Makkah sudah tidak lagi sesuai sebagai pusat dakwah Islam. Untuk mengembangkan syiar Islam, beliau kemudian hijrah ke Thaif.
Di sana beliau menjumpai pemuka-pemuka kabilah dan mengajak mereka kepada agama Islam. Namun, ajakan tersebut ditolak dengan kasar. Beliau diusir, disoraki, dan dikejar-kejar bahkan juga dilempari batu hingga tubuhnya terluka. Akhirnya Rasulullah berlindung di bawah pohon anggur di kebun milik Utba dan Syaiba bin Rabi'a.
Mendapat perlakuan yang tidak simpatik dan kasar tersebut, Rasulullah SAW tidak serta-merta membalasnya dengan perlakuan yang kasar pula. Bahkan, ketika malaikat penjaga gunung menawarkan kepada beliau untuk membalik gunung Akhsyabin ke atas penduduk Thaif sebagai balasan dari tindakan mereka, beliau menolaknya. Sebaliknya, beliau memperlakukan tindakan mereka dengan mendoakan kaum tersebut : "Allahummahdi qaumii fainnahum laa ya'lamuun," (Ya Allah, berilah petunjuk kepada kaumku. Sesungguhnya mereka (kaum) yang tidak mengetahui).
Dakwah sejatinya menyeru atau mengajak manusia dari kegelapan menuju cahaya terang benderang. Mengajak manusia kepada jalan-Nya (dakwah) adalah perbuatan mulia dan luhur. Dakwah juga berarti membimbing dan mengarahkan umat atau mad'u (orang yang diseru, diajak) untuk meningkatkan derajat kemanusiaannya dan bukan sebaliknya, menghinakan serta memperbudak mereka.
Allah SWT memberikan tuntunan metode dakwah yang baik dan benar, yaitu bil hikmah, mau'izhah hasanah wa jaadil hum billati hiya ahsan. Firman-Nya, "ajaklah (manusia) kepada jalan Rabb-Mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik." (QS an Nahl: 125). Di ayat lain Allah SWT berfirman : "Dan, siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, dan mengerjakan kebajikan dan berkata: "Sungguh, aku termasuk orang-orang Muslim (yang berserah diri)?" (QS Fush-shilat: 33).
Suatu ketika pada Perang Hunain, Fadhalah datang hendak membunuh Rasulullah SAW. Ia mendekati Rasulullah SAW. Ia berkata, "Ketika aku mendekati Rasulullah SAW, beliau menyimpan tangannya di dadaku. Demi Allah, dia tidak meng angkat tangannya hingga Allah tidak menciptakan se suatu yang le bih aku cintai daripada dia." Ia berkata, "Aku berkata, "Wa hai Rasulullah, aku mohon ampun dan bertasbih kepada Allah."
Rasulullah SAW bertanya, "wahai Fadhalah, apa yang menyebabkan kamu datang?" Ia menjawab, "aku datang untuk membunuhmu, wahai Rasulullah, tetapi aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan engkau adalah utusan Allah." Rasulullah SAW terpelihara dengan penjagaan Zat Yang Mahatunggal, seorang pun tidak akan ada yang bisa mengalahkan-Nya. "Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia." (QS al-Maidah: 67).
Di tengah hiruk pikuknya berbagai problem sosial yang menimpa masyarakat di semua lapisan, saat ini sangat dibutuhkan kehadiran para da'i yang membawa misi suci untuk menebar rahmat (kasih sayang) dan jalan keselamatan (dunia dan akhirat) sebagaimana misi Rasulullah SAW sebagai rahmat bagi semesta alam (QS al-Anbiya': 107). Rasulullah SAW ber sab da, "Rahmatilah (kasihilah) makhluk di bumi, nanti engkau dirahmati (dikasihi) Dzat yang ada di langit." (HR Thabrani).
Tutur kata yang lemah lembut, perilaku yang santun dan simpatik serta satu kata dengan perbuatan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari peran seorang da'i. Figur da'i seperti inilah yang dewasa ini dibutuhkan umat. Wallahu a'lam bish-shawab.