Jumat 20 Sep 2019 13:11 WIB

Ketua PBNU: Yang tak Gunakan Kitab Kuning Bukan Pesantren

Ada lima unsur pokok sebuah pesantren di dalam RUU Pesantren.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Muhammad Hafil
KH Robikin Emhas
Foto: Dok Republika
KH Robikin Emhas

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menanggapi soal Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Pesantren. Ketua PBNU bidang hukum, HAM, dan perundang-Undangan, Robikin Emhas menuturkan lembaga pendidikan yang tidak menggunakan kitab kuning berarti bukan pesantren.

"(Kalau tak memakai kitab kuning), ya bukan pesantren namanya. Kitab kuning adalah salah satu elemen pokok pesantren. Tanpa kitab kuning tidak bisa dikualifikasi Pesantren. Silakan saja disebut boarding school atau apa," kata dia kepada Republika.co.id, Jumat (20/9).

Baca Juga

Menurut Robikin, definisi pesantren yang dirumuskan dalam RUU Pesantren sudah tepat dan sudah benar. Sehingga definisi tersebut tidak perlu diubah. Rumusan itu telah memenuhi aspek filosofis, sosialogis dan budaya Pesantren.

"Sebagaimana kita maklum, terdapat lima unsur pokok untuk dapat dikategorikan sebagai pesantren. Yaitu (ada) kiai, santri, masjid atau mushala, pondokan atau asrama, dan kitab kuning. Kurang satu unsur saja, maka tidak bisa disebut sebagai pesantren," ujar dia.

Sebagaimana diketahui, definisi pendidikan pesantren dalam RUU Pesantren adalah pendidikan yang diselenggarakan oleh dan berada di lingkungan pesantren dengan mengembangkan kurikulum sesuai kekhasan pesantren dengan berbasis pada kitab kuning, dirasah islamiyah dengan pola pendidikan muallimin.

RUU Pesantren telah disepakati oleh Komisi VIII DPR dan pemerintah melalui Kementerian Agama pada rapat kerja di Komisi VIII, Kamis (19/9) kemarin. Dengan demikian, RUU tersebut selanjutnya akan dibawa ke rapat peripurna untuk disahkan.

Dukungan pengesahan RUU Pesantren salah satunya datang dari Ponpes Darunnajah. Wakil Pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Manshur Darunnajah Cabang 3 Banten, Busthomi Ibrohim, mengatakan Ponpes Darunnajah mendukung pengesahan RUU Pesantren. Menurutnya, RUU itu telah mengakomodir pondok pesantren Darunnajah.

Busthomi juga menilai, RUU itu bentuk pengakuan pemerintah terhadap keberadaan pesantren. "Sebetulnya mendukung, enggak ada usaha untuk menghalangi. Sebagaimana pondok yang lain, sebagaimana pondok yang menggunakan sistem mu'allimin. RUU itu sangat menguntungkan pondok (pesantren)" imbuhnya.

Bagi Busthomi, definisi pesantren yang tercantum dalam RUU Pesantren sudah cukup. "Kalau ada satu-dua kata yang belum pas, itu manusiawi. Misalnya mengapa menggunakan kalimat kitab kuning, ini debatable sejak dulu," tuturnya.

Menurut Busthomi, tiga kata yang tercantum dalam definisi pesantren pada RUU Pesantren, secara implisit telah mewadahi berbagai bentuk pondok pesantren. Tiga kata yang dimaksud, yaitu kitab kuning, mu'allimin dan dirasat islamiyah.

"Teman-teman di NU (Nahdlatul Ulama), pondok pesantrennya dengan kitab kuning, teman-teman seperti Gontor itu juga mu'allimin, Muhammadiyah juga mu'allimin. Teman-teman yang tidak mu'allimin dan tidak kitab kuning, semacam pondok tahfiz, masuk ke dalam dirasat islamiyah, kan juga kajian keislaman," paparnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement