REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --Lalu bagaimanakah peradaban Islam bisa berkembang pesat di Timbuktu. Sejarah mencatat, pada abad ke-12 M Timbuktu telah menjelma sebagai salah satu kota pusat ilmu pengetahuan dan peradaban Islam yang termasyhur.
Di era kejayaan Islam, Timbuktu juga sempat menjadi sentra perdagangan terkemuka di dunia. Rakyat Timbuktu pun hidup sejahtera dan makmur.
Secara gemilang, sejarawan Abad XVI, Leo Africanus, menggambarkan kejayaan Timbuktu dalam buku yang ditulisnya. ''Begitu banyak hakim, doktor dan ulama di sini (Timbuktu).
Semua menerima gaji yang sangat memuaskan dari Raja Askia Muhammad - penguasa Negeri Songhay. Raja pun menaruh hormat pada rakyatnya yang giat belajar,'' tutur Africanus.
Di era keemasan Islam, ilmu pengetahuan dan peradaban tumbuh sangat pesat di Timbuktu. Rakyat di wilayah itu begitu gemar membaca buku. Menurut Africanus, permintaan buku di Timbuktu sangat tinggi.
Setiap orang berlomba membeli dan mengoleksi buku. Sehingga, perdagangan buku di kota itu menjanjikan keuntungan yang lebih besar dibanding bisnis lainnya.
Kota terpenting dalam sejarah peradaban Islam di benua Afrika Barat itu, kini telah berubah menjadi wilayah yang terisolasi dan terpencil. Situasi dan pemandangan 'negeri di ujung dunia' itu, begitu kontras bila dibandingkan dengan Timbuktu 900 tahun lalu - ketika Islam mencapai kejayaannya di wilayah itu.