Selasa 17 Sep 2019 07:59 WIB

Beginilah Kiai Ahmad Dahlan Mendidik Kita

Kisah KH Ahmad Dahlan di dalam memperjuangkan pendirian Muhammadiyah

KH Ahmad Dahlan

Di bulan-bulan menjelang wafatnya, kondisi kesehatan Kyai Ahmad Dahlan semakin menurun. Dokter menyarankan ia beristirahat di sebuah daerah di lereng Gunung Bromo. Tapi, lagi-lagi, di situ pula Kyai Dahlan justru aktif berdakwah. Usaha murid-muridnya untuk membujuknya beristirahat gagal lagi. Maka, dimintalah Nyai Dahlan menasehati Sang Suami.

“Istirahat dulu, Kiai!” saran sang istri.

“Mengapa saya akan istirahat?” tanya Kyai Dahlan.

“Kiai sakit, istirahatlah dulu, menunggu sembuh,” kata Nyai Dahlan lagi.

“Ajaib,” kata Kyai Dahlan, “Orang di kiri kananku menyuruh aku berhenti beramal, tidak saya pedulikan. Tetapi sekarang kau sendiri pun ikut pula.”

Dengan meneteskan air mata, istrinya berucap, “Saya bukan menghalangi Kiai beramal, tetapi mengharap kesehatan Kyai, karena dengan kesehatan itulah Kyai dapat bekerja lebih giat di belakang hari.”

Kiai Dahlan pun menenangkan istrinya; menjelaskan latar belakang perjuangannya. “Saya mesti bekerja keras, untuk meletakkan batu pertama dari pada amal yang besar ini. Kalau sekiranya saya lambatkan atau pun saya hentikan, lantaran sakitku ini, maka tidak ada orang yang akan sanggup meletakkan dasar itu. Saya sudah merasa, bahwa umur saya tidak akan lama lagi. Maka jika saya kerjakan selekas mungkin, maka yang tinggal sedikit itu, mudahlah yang di bekalang nanti untuk menyempurnakannya.”

Suatu saat, seorang keponakan Kyai Dahlan bernama Badawi, menengoknya. Sang Kyai bertanya, “Apa maksudmu datang kemari, menghendaki matiku ataukah sakitku?” Badawi menjawab, “Tentu menghendaki sembuhnya Kyai.”

Maka Kyai Dahlan berujar, “Kalau kamu menghendaki sembuhku, tahukah kamu apa yang menjadi sebab sakitku ini? Yaitu, karena memikirkan Muhammadiyah. Karena itu bantulah Muhammadiyah. Pergilah kepada Muchtar dan tanyakan apa yang diperlukan Muhammadiyah.”

Ternyata, menurut Muchtar, Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah memerlukan tenaga guru. Akhirnya, Badawi pun menyumbangkan tenaganya, mengajar di Mu’allimin Muhammadiyah.

Kira-kira seminggu sebelum wafatnya, Kyai Dahlan berpesan kepada murid-muridnya, “Aku tak lara ya, kowe kabeh temandanga!” (Saya mau sakit, bekerjalah kalian semua!”).

Beginilah Kyai Ahmad Dahlan mendidik kita; bagaimana memahami hidup, cinta dan ikhlas dalam perjuangan dan pengorbanan; juga bagaimana menjadi guru sejati, guru pejuang! Ia pun berpesan, “Kita manusia ini, hidup di dunia hanya sekali buat bertaruh. Sesudah mati, akan mendapat kebahagiaankah atau kesengsaraan?”

KUNCI PERBAIKAN PENDIDIKAN KITA ADALAH KESUKSESAN MENANAMKAN AKHLAK MULIA... Semoga kisah perjuangan KH. Ahmad Dahlan dalam pendidikan tersebut bisa kita teladani.

Semoga dunia pendidikan kita TIDAK menghasilkan manusia-manusia yang gila dunia, lupa akhirat, sampai-sampai menghalalkan segala cara untuk meraih kursi sekolah, harta, dan tahta!

Wallahu A’lam bish-shawab.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement