Selasa 17 Sep 2019 04:46 WIB

Catatan Penting Nasyiatul Aisyiyah Sikapi Revisi UU KPK

Nasyiatul Aisyiyah memint komitmen pimpinan KPK terpilih.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Nashih Nashrullah
Gedung KPK (ilustrasi)
Foto: ROL/Fakhtar Khairon Lubis
Gedung KPK (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Nasyiatul Aisyiyah Muhammadiyah menyampaikan keprihatinannya atas persoalan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat ini. Selain calon pimpinan KPK yang menjadi sorotan publik, revisi UU KPK juga telah menjadi perhatian banyak kalangan.

"Sebagai organisasi perempuan muda Muslim Indonesia, Nasyiatul Aisyiyah berharap kepada pimpinan KPK yang terpilih, bisa membuktikan keberpihakan secara totalitas kepada agenda pencegahan dan pemberantasan korupsi," kata Ketua Umum Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiyah Diyah Puspitarini, dalam keterangan pers, Senin (16/9).

Baca Juga

Diyah melanjutkan, terhadap revisi UU KPK yang telah masuk di DPR, Nasyiatul Aisyiyah meminta kepada DPR dan juga pemerintah agar meninjau adanya revisi UU KPK. Revisi tersebut seharusnya untuk menguatkan lembaga KPK, bukan justru melemahkan.  

Menurut Diyah, KPK harus tetap menjadi lembaga yang independen dalam mencegah dan memberantas korupsi. Keberpihakan Nasyiatul Aisyiyah ini semata mata karena memberikan perlindungan bagi generasi muda dari budaya korupsi yang ada.  

"Dan juga sebagai bagian dari upaya kampanye pencegahan perilaku korupsi kepada siapapun saja, termasuk perempuan dan anak," ucap dia.  

Untuk diketahui, ada lima poin revisi UU KPK berdasarkan rapat badan legislasi DPR pada 3 September lalu. Pertama kedudukan KPK. KPK berada pada cabang pemerintahan sehingga dalam menjalankan tugas dan kewenangannya lembaga antirasuah tersebut bersifat independen. 

Kedua soal pembentukan Dewan Pengawas KPK yang terdiri dari lima orang dan bertugas mengawasi lembaga antirasuah itu. Ketiga, KPK boleh menyadap jika mendapatkan izin dari Dewan Pengawas KPK.  

Keempat, revisi tersebut menegaskan KPK sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari sistem peradilan pidana terpadu, sehingga wajib bersinergi dengan lembaga penegak hukum lain.

Kelima, yakni KPK berwenang menghentikan penyidikan dan penuntutan perkara korupsi yang tidak selesai dalam kurun waktu satu tahun. Namun untuk melakukannya, harus lapor ke dewan pengawas KPK dan diumumkan ke publik.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement