REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kawasan Raudhah (Taman Surga) di Makkah tak pernah sepi dari peziarah. Rasulullah SAW, juga menganjurkan untuk beribadah dan berdoa di sana. Terlebih di antara Raudhah itu terdapat makam Rasulullah dan kedua sahabatnya, Abu Bakar dan Umar bin Khattab RA.
Ketua Majelis PP Muhammadiyah, Ustadz Fathurahman Kamal menuturkan, berziarah ke makam-makam lain pada umumnya disunnahkan untuk mengingat kematian dan segala bentuk pesan moralnya.
Namun demikian, berziarah ke makam Nabi lebih dari sekadar itu, di mana tentu memiliki banyak nilai lainnya, terlebih lokasinya berada di sekitaran Raudhah yang menjadi tempat spesial umat islam.
"Yang tentunya, bagaimana mengingat segala sepak terjang perjuangan Nabi, bagaimana beliau membangun peradaban, dan tidak semata peristiwa kematiannya," Kata dia kepada Republika.co.id, Kamis (12/9).
Namun demikian, dia menambahkan ziarah ke makam Nabi Muhammad SAW juga merupakan sunah. Karena secara umum itu dianjurkan Rasulullah dalam hadisnya.
Ustaz Fathurahman menuturkan, dalam riwayat hadis Muslim dijelaskan Rasulullah sempat berziarah ke makam ibunya, lalu beliau menangis, kemudian menangis pulalah orang-orang di sekitar beliau.
Rasulullah lalu bersabda: “Aku meminta izin kepada Rabb-ku untuk memintakan ampunan bagi ibuku, namun aku tidak diizinkan melakukannya. Maka aku pun meminta izin untuk menziarahi kuburnya, aku pun diizinkan. Berziarah-kuburlah, karena dia dapat mengingatkan engkau akan kematian.
Dia menambahkan, Ibnu Taimiyyah dalam Majmu' al-Fatawa 5/146 juga ikut menerangkan bahwa para sahabat juga biasa melakukan ziarah ke makam Rasulullah. "Yang mana salam juga ikut dipanjatkan kepada kedua sahabat yang dimakamkan di samping beliau, Abu Bakar dan Umar RA," kata dia.
Menurut dia, selain mengingatkan pada kematian. Seorang Muslim yang melakukan ziarah kubur juga sedang dalam suasana batin atau emosi spiritual yang tinggi.
"Ketika ziarah itu, seyogyanya dia meresapi betul jejak-jejak perjuangan Sang Nabi yang hidup dalam penuh kesederhanaan (zuhud dan wara')," kata dia.
Hal tersebut, sambung ustadz Fathurahman, bukan karena Rasulullah tidak sanggup menggengam dunia. Melainkan karena tidak ingin dikuasai dunia.
"Mengingat itu bagi kita yang hidup di era milenial dan penuh dengan suasana disrupsi, dan paradoks, maka dengan berziarah ke Makam Nabi seolah kita dapat melakukan semacam komunikasi intrapersonal," tutur dia.