REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keberadaan baitulmal juga tetap dipertahankan pada era pemerintahan Khalifah Utsman bin Affan. Pada masa kepemimpinan Utsman, pejabat perbendaharaan yang ditempatkan di wilayah kekuasaan Islam bersifat independen.
Sehingga, pejabat baitulmal itu memiliki kekuasaan untuk mengontrol pengeluaran dana para pejabat dan gubernur di wilayah. Sempat terjadi benturan antara Sa’d bin Abi Waqas - gubernur Kufah yang kuat namun boros - dengan Ibnu Mas’ud pejabat perbendaharaan di Kufah.
Utsman akhirnya memutuskan untuk memecat Sa’d, karena dinilai terlalu boros. Khalifah ketiga ini juga menggunakan dana di baitulmal untuk menjamin kesejahteraan rakyatnya.
Utsman tak pernah mengambil dan menerima gaji sebagai khalifah dari baitulmal. Setiap hari Jumat, Utsman berupaya untuk memerdekakan budak. Dia juga menjamin kehidupan janda dan anak yatim-piatu.
Pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib pun menggunakan dana yang dihimpun baitulmal untuk kepentingan rakyat dan pembangunan. Ketika pemerintahannya berseteru dengan Mu’awiyah, beberapa orang yang dekat dengan Ali membisiki agar menggunakan dana baitulmal. Namun, Ali dengan tegas menolak untuk menggunakan dana baitulmal.
‘’Apakah kamu menginginkan aku mencapai kemenangan dengan cara yang tak adil?’’ tegas Ali.
Pada era Khulafa Ar-Rasyidin, dana baitulmal benar- benar dikelola secara transparan dan adil. Para khalifah sama sekali tak tergiur untuk menggunakan dana yang bertumpuk di kas negara itu untuk kepentingan dan ambisi pribadi.
Pejabat korup dipecat dan dipenjara. Sehingga uang yang berasal dari rakyat benar-benar tersalur kembali untuk kesejahteraan rakyat.