Kamis 29 Aug 2019 23:03 WIB

Peran Vital Majelis Taklim dalam Kaderisasi Ulama Betawi

Majelis taklim menjalankan fungsi vital dalam sejarah ulama Betawi.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Nashih Nashrullah
Al Habib Umar bin Hafidz dari Hadramaut saat menyampaikan ceramahnya saat Tabligh Akbar Majelis Rasulullah di Monas, Jakarta, Senin (8/10).
Foto: Republika/Bayu Adji P
Al Habib Umar bin Hafidz dari Hadramaut saat menyampaikan ceramahnya saat Tabligh Akbar Majelis Rasulullah di Monas, Jakarta, Senin (8/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Majelis taklim di Betawi pada masa lalu berfungsi untuk mendidik dan mencetak tenaga-tenaga pengajar seperti ustaz dan ustazah di lingkungan masyarakat. Hal yang perlu digaris bawahi, belajar dari majelis taklim bisa menjadi modal awal belajar agama Islam ke Makkah.  

Hal tersebut disampaikan Kiai Ahmad Baso yang menjadi narasumber bedah buku hasil Riset Majelis Taklim Kitab Kuning di Jakarta tahun 2016-2018. Bedah buku tersebut diselenggarakan Jakarta Islamic Center (JIC) pada Kamis (29/8).  

Baca Juga

"Majelis juga tempat untuk tafaqquh fiddin yakni pendalaman ilmu agama, yang akan menjadi kiai, ulama dan guru yang akan berkiprah di tengah masyarakat pada level nasional dan internasional (belajar di majelis taklim)," kata Kiai Ahmad kepada Republika.co.id usai bedah buku di JIC, Kamis (29/8). 

Dia menerangkan, majelis taklim di Betawi menjadi tempat pembibitan santri-santri yang mau menjadi ulama. Mereka dibekali ilmu yang akan dipakai untuk melanjutkan belajar ilmu yang lebih tinggi lagi di Makkah, Yaman dan di beberapa negara lainnya.  

Kiai Ahmad menegaskan bahwa majelis taklim yang ada di Betawi dulu kualifikasi keilmuannya sudah tinggi. Sebab kualifikasi keilmuannya sudah cukup untuk jadi pembuka jalan belajar ilmu agama ke Makkah. 

Untuk bisa seperti majelis taklim pada masa lalu, majelis taklim sekarang harus meningkatkan pengajian kitab-kitab.  

"Harus melakukan pengajian kitab-kitab standar untuk mendapat keilmuan yang lebih tinggi, misalnya mengkaji kitab Alfiyah setelah itu lanjut ke kitab Syarah Alfiyah dan (mengaji) kitab Ibnu Aqil," ujarnya. 

Menurutnya, kitab-kitab tersebut bisa dipelajari oleh orang yang mau meningkatkan ilmu agamanya. Tapi kalau sekadar belajar ilmu nahwu, menurut dia, belum memenuhi standar untuk memperdalam ilmu agama.

Dia menerangkan, untuk menguasai ilmu agama harus menguasai bahasa Arab. Untuk menguasai bahasa Arab harus belajar ilmu Nahwu. Setelah itu baru bisa mendalami ilmu-ilmu agama yang lebih spesifik dari kitab-kitab lain.  

Menurut dia, jika majelis taklim sekarang ingin menjadi tempat kaderisasi para ulama lagi, kualitas pengajarannya harus ditingkatkan. Tentu gurunya juga harus dicari yang bisa mengkaji kitab-kitab. Untuk itu harus ada peningkatan kualitas guru-gurunya. 

 

  

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement