REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aspirasi keislaman sudah melekat di Jakarta sejak masa silam. Penduduk lokal—yang disebut sebagai masyarakat Betawi—memeluk dengan teguh agama ini. Alwi Shahab dalam “Betawi yang Mempertahankan Semangat Islam” mencatat kesan Buya Hamka. Dalam sebuah diskusi di Jakarta pada 1978, ketua umum pertama Majelis Ulama Indonesia (MUI) itu mengatakan, “Sekalipun dijajah Belanda selama 350 tahun, hampir tidak ada masyarakat Betawi yang berpindah dari agama Islam.”
Jejak perjuangan Muslimin Betawi dapat terbaca jelas setidaknya sejak abad ke-16. Yakni, ketika Syarif Hidayatullah dan Fatahillah (Falatehan) berhasil mengamankan Sunda Kelapa dari ancaman Portugis. Keduanya juga mengubah nama setempat menjadi Jayakarta (disingkat: Jakarta). Mereka pun tak sekadar pemimpin politik-militer, melainkan juga ulama.
Fatahillah ketika pertama kali mendarat di Sunda Kelapa segera membangun masjid di Marunda (Jakarta Utara). Menurut Dr F de Haan dalam buku Periangan, daerah Marunda dalam abad ke-16 menjadi pusat gerilyawan Islam, baik dari Cirebon, Demak, maupun Banten. Sesudah berhasil mengusir Portugis, Falatehan mendirikan keraton, masjid, alun-alun, dan pasar.
Masa berikutnya, Kompeni Belanda merebut Jayakarta. Bangsa Eropa ini mengubahnya menjadi Batavia. Tatanan islami yang dibangun Falatehan diratakan dengan tanah. Bangunan fisik dapat sirna. Akan tetapi, semangat berjuang tak padam dari dada pejuang Muslim.
Ini terbukti, misalnya, pada abad ke-17 ketika Mataram Islam hendak mengusir Belanda dari Jakarta. Dengan pimpinan Tumenggung Bahurekso, pasukan Muslim juga mendirikan Masjid al-Alam di Marunda. Di sanalah rencana penyerangan terhadap benteng-benteng Belanda disusun. Pemusatan kekuatan pun dilakukan di masjid tersebut.
Selain itu, pihaknya juga membangun Masjid al-Nawir di Pekojan. Masjid-masjid lainnya yang bersejarah jihad di Tanah Betawi ialah Masjid Luar Batang. Didirikan bersamaan waktunya dengan pembangunan tempat tinggal gubernur jenderal Kompeni. Perintisnya adalah seorang ulama keturunan Rasulullah SAW asal Hadramaut, Habib Husein bin Abubakar bin Abdillah Alaydrus. Peranan kaum habaib menunjukkan, kuatnya solidaritas antara keturunan Arab dan etnis Betawi dalam semangat berislam sekaligus tekad melawan penjajah.
View this post on Instagram