Kamis 29 Aug 2019 18:06 WIB

ACT Ajak Masyarakat Waspadai Bahaya Kekeringan

ACT pun terus mendistribusikan air bersih serentak di 28 cabang.

Rep: zahrotul octaviani/ Red: Dwi Murdaningsih
ACT membantu mendistribusikan air bersih ke berbagai wilayah.
Foto: Act
ACT membantu mendistribusikan air bersih ke berbagai wilayah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia merupakan salah satu negara terkaya dalam sumber daya air karena menyimpan 6 persen potensi air dunia. Namun, negara dengan puluhan pulau ini terancam kehabisan air.

Senior Vice President Aksi Cepat Tanggap (ACT), N. Imam Akbari menyatakan kekeringan atau kemarau yang berkepanjang ini akan ada banyak aspek yang disoroti. Terjadinya kemarau memberi dampak pada kualitas kehidupan sosial.

Baca Juga

"Misalnya, debit air yang berkurang, akan mempengaruhi konsumsi air. Sedangkan, air adalah kebutuhan vital manusia. Manusia sendiri masih bisa bertahan ketika tidak makan, namun ketika tidak ada air (tidak minum), hanya akan bertahan dalam hitungan hari,” ujarnya dalam keterangan yang diterima Republika.co.id, Kamis (29/8).

Direktur Social Distribution Program (SDP) ACT, Wahyu Novyan mengajak masyarakat untuk tidak abai pada kasus kekeringan yang melanda sejumlah daerah di Indonesia. Menurut Wahyu, kekeringan bisa berdampak pada kesehatan dan kesejahteraan masyarakat, bahkan hingga lost generation atau kehilangan generasi.

 

photo
ACT membantu mendistribusikan air bersih ke berbagai wilayah.

Kalau seseorang sudah tidak punya air, maka dampak turunannya menjadi berat. Dampaknya bisa ke air minum, kebutuhan makan, air bersih, kebutuhan untuk mandi, kebutuhan aktivitas, ibadah, dan lain-lain.

"Hasil dari pemetaan kita, ada lingkaran setan yang perlu diputus. Hal ini karena kemarau yang muncul merupakan dampak dari perubahan iklim yang ekstrem di dunia hingga pemanasan global yang dapat berdampak pada kekurangan gizi pada anak, kemiskinan hingga kematian, jika terus dibiarkan ini dapat menyebabkan lost generation," ujar Wahyu.

Ia pun menyebut semua stakehokders harus membangun kesiapsiagaan untuk mengatasi masalah ini. ACT sendiri, telah melakukan sejumlah aksi untuk meredam krisis air bersih akibat kekeringan yang terjadi tahun ini.

Peningkatan populasi di perkotaan disebut sebagai salah satu faktor yang mendorong tingginya konsumsi energi dan bahan bakar fosil. Hal ini menyebabkan makin pekatnya polusi di perkotaan dan mendorong pelepasan Gas Rumah Kaca (GRK) di atmosfir bumi.

Polusi dari perkotaan tercatat berkontribusi 80persen terhadap peningkatan jumlah GRK. Selain urbanisasi, kemiskinan mendorong pembukaan lahan perkebunan baru yang biasa dilakukan dengan cara membakar vegetasi hutan. Kasus kebakaran hutan seringnya dipicu oleh kondisi kekeringan ekstrim dan memberi kontribusi 20persen terhadap peningkatan jumlah GRK.

Dari tahun ke tahun, perubahan iklim menjadi ancaman bagi kehidupan manusia. Salah satunya adalah ancaman kekeringan dan kelangkaan air bersih bagi umat manusia.

Dalam sebuah jurnal yang dikeluarkan oleh A. Dinar pada 1998, diprediksikan tahun 2025 sekitar 2,7 milyar orang atau sekitar sepertiga populasi dunia akan menghadapi kekurangan air dalam tingkat yang parah. Khusus pulau Jawa, diperkirakan akan mengalami defisit air sepanjang tahun (12 bulan) di tahun 2025. Lalu, di tahun 2050 diperkirakan 2/3 penduduk bumi akan mengalami kekurangan air.

Senior Manager Global Medic Action ACT, dr. Rizal Alimin pun menambahkan bahwa bencana kekeringan yang menimpa hampir di seluruh daerah Indonesia tentu memberikan dampak terhadap kesehatan masyarakat. Di musim kemarau, akan terdapat banyak kemungkinan peningkatan penyebaran hepatitis A, tifus, malaria hingga demam berdarah, dan penyakit lainnya.

"Meskipun, semua ini akan dipengaruhi juga tingkat keparahan kekeringan di daerah tersebut dan ketahanan fisik warganya. Selain itu, secara jangka panjang pengaruh buruk kekeringan panjang akan berdampak peningkatan stunting bagi anak-anak. Hal ini karena dengan bencana kekeringan ekstrim ini akan mempengaruhi pola makan, pola asuh hingga sanitasi pada warga yang terdampak,” ujarnya.

Adapun beberapa dampak kekeringan parah yang terjadi kini adalah mengeringnya sumur dan ratusan telaga di Gunungkidul. Akibatnya, mereka harus menyusuri sungai bawah tanah di dalam gua atau hanya bergantung pada bantuan air.

Di daerah lainnya di Indonesia, kebutuhan air bagi konsumsi manusia sangat mendesak. Warga juga harus berbagi air untuk hewan ternaknya dan keadaan tanah yang mayoritas retak.

Untuk membeli air, harga yang perlu di keluarkan oleh warga variatif. Namun, di semua lokasi yang dilakukan asesmen oleh tim MRI harga air pasti di atas Rp 100 ribu rupiah hingga kisaran Rp 400 ribu per tangki ukuran 6 ribu liter, 5 ribu rupiah per dirijen.

Hingga kini, ACT pun terus mendistribusikan air bersih serentak di 28 cabang. Pendistribusian air bersih dilakukan mulai dari Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan wilayah lain yang terdampak dengan total distribusi air sebanyak 2,1 juta liter air. Selain distribusi air bersih, ACT juga melakukan sejumlah aksi pendamping seperti pelayanan kesehatan dan berbagi makanan gratis.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement