Kamis 29 Aug 2019 15:57 WIB

Hubungan Majelis Taklim dan Ulama Betawi dalam Dakwah Islam

Ulama Betawi berdakwah dan melakukan kaderasisasi lewat majelis taklim.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Nashih Nashrullah
Ribuan umat muslim berdoa saat menghadiri Tabligh Akbar Majelis Rasulullah dalam peringatan Maulid Muhammad SAW 1440 H di Lapangan Monas, Jakarta, Selasa (20/11).
Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
Ribuan umat muslim berdoa saat menghadiri Tabligh Akbar Majelis Rasulullah dalam peringatan Maulid Muhammad SAW 1440 H di Lapangan Monas, Jakarta, Selasa (20/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Sepanjang sejarah, terungkap bahwa ulama-ulama besar Betawi memanfaatkan majelis taklim untuk melakukan dakwah dan kaderisasi ulama. Berbeda dengan ulama di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat yang memanfaatkan pesantren untuk melakukan dakwah dan kaderisasi ulama.

Wakil Sekretaris Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Misbahul Munir, mengatakan ulama di Jakarta unik karena tidak seperti ulama di Jawa Timur. Sebab ulama di Jakarta basisnya majelis taklim, sementara ulama di Jawa Timur basisnya pesantren.  

Baca Juga

"Di Jakarta ada ulama yang lahir dari majelis taklim, di Jawa Timur kalau ingin menjadi ulama biasanya dari lahir sudah belajar di pesantren," kata Kiai Misbahul kepada Republika.co.id usai bedah buku hasil Riset Majelis Taklim Kitab Kuning di Jakarta Tahun 2016-2018 di Jakarta Islamic Center (JIC), Kamis (29/8). 

Wakil Ketua Lembaga Dakwah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LD PBNU) itu menjelaskan, karakter keislaman masyarakat Jakarta dipengaruhi para ulama dan habib. Itu sebabnya akhlak dan perilaku masyarakat Jakarta cenderung sejuk karena pengaruh dari ajaran-ajaran ulama yang berbasis di majelis taklim.  

Di majelis taklim, para ulama mengajarkan tentang adab dan akhlak, karena adab dan akhlak berada di atas ilmu. Kiai Misbahul berharap majelis-majelis taklim di Jakarta saat ini juga mengajarkan ilmu yang berkaitan dengan iman, Islam, dan ihsan.  

Masyarakat yang ikut majelis taklim diharapkan diarahkan agar belajar tauhid mengacu ke ulama ahli tauhid. Begitu pula kalau belajar tasawuf maka diarahkan mengacu ke ulama ahli tasawuf dan belajar fikih mengacu ke ulama ahli fikih.  

Kiai Misbahul juga menjelaskan, di Jakarta ada keterbatasan lahan sehingga sulit membangun pesantren. "Maka ulama-ulama Betawi memanfaatkan rumah-rumah dan masjid untuk dijadikan tempat pendidikan (majelis taklim) itu cara ulama Betawi yang piawai siasati keterbatasan lahan," ujarnya.

Narasumber lainnya di acara bedah buku hasil Riset Majelis Taklim Kitab Kuning di Jakarta Tahun 2016-2018. KH Ahmad Baso, mengatakan meski hanya menyelenggarakan pengajian di majelis taklim tapi ulama-ulama Betawi zaman dulu menghasilkan santri-santri yang hebat. Bahkan dari majelis taklim bisa langsung belajar ke Makkah dan negara-negara lain. Artinya kualifikasi pendidikan di majelis taklim sangat luar biasa.  

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement