REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setiap manusia pasti menginginkan kemenangan, kesuksesan, dan keberhasilan. Ini merupakan fitrah dan tabiat yang melekat dalam diri setiap insan.
Namun, bagaimana mempersepsikan kemenangan dan bagaimana cara untuk mendapatkannya, manusia terbagi dalam dua kelompok besar. Pertama, kelompok yang menakar dan mengukur kemenangan dengan angka-angka dan sesuatu yang bersifat lahiriah dan fisik, seperti banyaknya harta, tingginya kedudukan, banyaknya dukungan, serta aksesori duniawi lainnya.
Inilah satu-satunya standar kemenangan dan kesuksesan bagi mereka yang hanya berorientasi dunia. ''Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia, sedangkan terhadap (kehidupan) akhirat mereka lalai.'' (QS Arrum [30]: 7).
Karena orientasinya hanya tertuju kepada dunia, kelompok ini tidak memedulikan cara untuk mendapatkan kemenangan. Apakah benar atau salah, halal atau haram, baik atau tidak.
Yang penting kemenangan dapat dicapai. Ketika apa yang diinginkan tercapai, mereka menjadi bangga dan lupa diri, lalu bertingkah seperti Qarun, Firaun, dan Namrud.
Sebaliknya, ketika gagal, mereka menjadi malu, stres, frustrasi, depresi, dan tidak sedikit yang berujung pada bunuh diri. Inilah profil dari orang-orang yang mempersepsikan kemenangan dengan standar duniawi yang sempit dan fana.
Adapun kelompok kedua, mereka adalah kaum beriman yang orientasi hidupnya tertuju kepada akhirat. Dunia bagi mereka hanya sarana untuk menggapai akhirat. Karena itu, standar kemenangan hakiki bagi mereka bukan dunia, tapi mendapat rida Allah SWT dan meraih surga-Nya.
''Siapa yang dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, sungguh ia telah menang. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdaya.'' (QS Ali Imran [3]: 185).
Karena standar kemenangan dan orientasi orang beriman adalah akhirat, untuk mencapainya mereka tidak mau menghalalkan segala cara. Sebab, mereka mengerti, Allah SWT Mahabaik. Dia hanya menerima yang baik-baik (Al Hadis).
Lalu, ketika kemenangan diraih, mereka bersyukur dan menampakkan kegembiraan secara proporsional. Sebaliknya, ketika gagal mereka tidak stres dan frustrasi.
Namun, mereka bersabar karena sadar bahwa seluruh amal dan karyanya tidak akan sia-sia. Sepanjang dilakukan untuk Allah SWT, ia akan membuahkan ganjaran di sisi-Nya.
''Sungguh menakjubkan urusan orang beriman. Semua urusannya merupakan kebaikan untuknya. Dan, itu hanya dimiliki oleh orang beriman. Jika mendapat kesenangan, ia bersyukur dan itu baik baginya. Sementara, jika mendapat keburukan, ia bersabar dan itu baik baginya.'' (HR Muslim).