Kamis 15 Aug 2019 18:12 WIB

Kemerdekaan Sejati

Kemerdekaan itu bebas dari penghambaan terhadap siapapun, selain Allah SWT

Hari Kemerdekaan (ilustrasi)
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Hari Kemerdekaan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: A Ilyas Ismail

Merdeka atau kemerdekaan (al-hurriyyah) merupakan suatu nilai yang amat tinggi dan merupakan anugerah Tuhan yang amat berharga bagi manusia. Dalam adagium Arab, terdapat ungkapan, "La syai'a atsman-u min-a al-hurriyah." Artinya, tak ada sesuatu yang lebih bernilai ketimbang kemerdekaan.

Baca Juga

Allah SWT berkenan memberikan kemerdekaan itu kepada manusia, tidak kepada makhluk lain, seperti langit atau bumi. Firman Allah SWT, artinya, "Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa. Keduanya menjawab, 'Kami datang dengan suka hati.'" (QS Fushshilat [41]: 11).

Dalam Islam, kemerdekaan terkait dengan doktrin Ketuhanan Yang Maha Esa. Dalam arti, manusia tidak boleh tunduk kepada siapa pun selain Allah. Sebab, ketundukan ini mengandung makna perendahan.

Penghambaan manusia kepada sesama manusia, apalagi kepada makhluk lain yang lebih rendah, dapat merendahkan harga diri manusia, bahkan melecehkan harkat kemanusiaan.

Dalam pespektif ini, hanya orang yang bertauhid, ia dapat disebut sebagai orang yang bebas dan merdeka. Ia mampu membebaskan diri dari berbagai belenggu yang akan menjauhkan dirinya dari kebenaran dan dari kepatuhan kepada Allah SWT.

Inilah kemerdekaan sejati yang dibawa dan diadvokasi oleh para Nabi dan Rasul Allah sepanjang sejarah. Kemerdekaan ini pula yang didambakan oleh Siti Hanah, istri Imran, ketika ia bernadzar tentang anak yang dikandungnya. Katanya, ''Ya Tuhanku, sesungguhnya aku menadzarkan kepada Engkau anak yang dalam kandunganku menjadi anak yang bebas dan merdeka.'' (QS Ali Imran [3]: 35).

(Terjemahan lain berbunyi: "[Ingatlah], ketika isteri 'Imran berkata: 'Ya Tuhanku, sesungguhnya aku menazarkan kepada Engkau anak yang dalam kandunganku menjadi hamba yang saleh dan berkhidmat [di Baitul Maqdis]. Karena itu, terimalah [nazar] itu dari padaku. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.'")

Kata muharrar (orang merdeka) dalam ayat ini, menurut banyak pakar tafsir, bermakna muwahhid, yaitu 'orang yang tulus dan sepenuh hati menuhankan Allah dan menyembah hanya kepada-Nya.'

Menurut tafsir al-Ishfahani, merdeka di sini juga mengandung makna moral. Dalam arti, seseorang mampu membebaskan diri dari sifat-sifat tercela seperti korup, sewenang-wenang, dan memperkaya diri.

Bila di suatu negara kemanusiaan dan keadilan ditegakkan, maka tidak akan ada di sana perbudakan dan ketundukan--kecuali penghambaan hanya kepada Zat Yang Mahatinggi.

Dengan begitu, manusia dapat hidup bebas dan merdeka dalam arti yang sesungguhnya. Wallahu a'lam.

sumber : Pusat Data Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement